468x60 ads




Rasa Malu

Diriwayatkan dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al Anshory Al Badry rodhiallohu ‘anhu dia berkata: Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya sebagian dari apa yang dikenal oleh manusia dari perkataan kenabian yang pertama (terdahulu) adalah : Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhori)

Maknanya, jika kamu hendak melakukan sesuatu dan kamu tidak merasa malu melakukannya baik di hadapan Alloh maupun di hadapan manusia maka kerjakanlah keinginanmu itu (Fashna’ Maa syi`ta). Jika tdk demikian mk jgn kamu lakukan.

Di antara para ulama ada yg menafsirkan hadits ini dgn pengertian : Jika kamu tdk merasa malu kepada Alloh dan jg tdk merasa diawasi oleh-Nya, mk tunaikan saja angan2 nafsumu dan lakukan saja apa yg kamu inginkan.

Perintah di sini tentu bukan berarti menunjukkan kebolehan tapi berarti ancaman (tahdid). Hadits ini sama pengertiannya dgn firman Alloh, “I’maluu Maa Syi`tum” (Berbuatlah apa saja yg kamu kehendaki, Fushshilat [41] : 40) dan jg pd ayat, “Wastafziz manistatho’ta minhum bishoutika” (Dan hasunglah siapa saja yg kamu sanggupi di antara mereka dengan suaramu (ajakanmu), Al-Isro’ [17] : 64)

Namun tentu saja rasa malu itu mesti pd proporsinya, jgn sampe ada kemunkaran di depan mata kita malah ngumpet dgn alasan, “Malu ahh...”. Nah dr sini nanti akan terungkap bagaimana semestinya menerapkan rasa malu dlm kehidupan agama kita, shg akan benar2 terwujud, “Al-Haya`u Minal Imaan”.

Amalan Yang Menyebabkan Seseorang Masuk Surga

Diiriwayatkan dari Abu Abdillah Jabir bin Abdillah Al-Anshori rodhiallohu ‘anhu bahwa ada seseorang yg bertanya kpd Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dgn mengatakan, “Bagaimana pendapat baginda jika saya melakukan sholat2 fardhu, berpuasa Romadhon, menghalalkan yg halal dan mengharamkan yg haram, serta tidak menambah hal itu sedikit pun ; apakah saya akan masuk surga? “ Beliau menjawab, “Ya.” (HR. Muslim).

Arti mengharamkan yg haram adalah menjauhinya, dan arti menghalalkan yg halal adlh melakukannya dgn keyakinan mengenai kehalalannya. Yuk kita telisik lebih lanjut hadits di atas...

Poros utama hadits di atas adalah kerinduan seseorg akan kenikmatan surga dan upaya2 yg mesti dilakukan agar dapat memasukinya. Hadits ini menjadi dalil bahwa tidak mengapa kita meminta surga sebagaimana kita meminta utk dihindarkan dari api neraka. Maka menjadi bathil pemahaman yg mengatakan bhw, “Bila aku menyembah-Mu karena takut neraka-Mu maka bakarlah aku dgn neraka-Mu” ato “Bila aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu maka neraka lebih layak bagiku” dan pemahaman2 lain yg sejenis yg dlm beribadah ‘cuma’ menitikberatkan pada rasa cinta (mahabbah) yg berlebihan tanpa adanya rasa khouf dan roja’.

Aneh bin ajaib ketika dgn mudahnya seseorg mengatakan, “Kalo Alloh ridho tak masalah tempat kita nantinya, di neraka pun akan menjadi dingin dgn keridhoan-Nya.” Padahal tidak mungkin Alloh meridhoi apa2 yg tlh dimurkainya. “Beginilah (keadaan meraka). Dan sungguh, bagi orang2 yg durhaka pasti (disediakan) tempat kembali yg buruk. (yaitu) neraka jahannam yg mereka masuki; maka itulah seburuk-buruk tempat tinggal.” (Shood : 55-56)

Sbg penegas dr hadits di atas surat At-Tahrim : 6 adalah jawabannya. Yaa ayyuhalladziina aamanuu quu anfusakum wa ahlikum naaron (“Hai org2 yg beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka).
Jadi apa yg anda tunggu sekarang? Segeralah meminta surga tebarkan bibitnya mulai sekarang perbanyaklah ucapan La Haula wa Laa Quwwata Illa Billah. . . Smg Alloh mengumpulkan kita di surga-Nya. Amiin. Ya Robbal ‘alamiin.

Sifat-Sifat Alloh

Hadits Qudsi yg akan dikupas kali ini lumayan panjang , jadi mungkin perlu waktu agak lama buat ngebahasnya -klo mo dibahas, klo ga’ ya paling lama 5 menit buat ngebaca-. Hadits ini begitu agung dan menjadi poros dlm beberapa permasalahan dlm Islam. Abu Idris Al-Khoulani -perowi yg meriwayatkan hadits dr Abu Dzar- jika menyampaikan hadits ini, mk ia duduk berlutut sbg bentuk penghormatan dan takzhim thd hadits ini. Hmm... Yuk kita telisik bareng!

Dari Abu Dzar Al Ghifari rodhiallohu ‘anhu dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam sebagaimana beliau riwayatkan dari Rabbnya Azza Wajalla bahwa Dia berfirman: “Wahai hambaku, sesungguhya aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan haramnya (kezaliman itu) diantara kalian, maka janganlah kalian saling berlaku zalim. 

Wahai hambaku semua kalian adalah sesat kecuali siapa yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah kepada-Ku niscaya Aku akan memberikan kalian hidayah. Wahai hambaku, kalian semuanya kelaparan kecuali siapa yang aku berikan kepadanya makanan, maka mintalah makan kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian makanan. Wahai hamba-Ku, kalian semuanya telanjang kecuali siapa yang aku berikan kepadanya pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku niscaya Aku berikan kalian pakaian. 

Wahai hamba-Ku kalian semuanya melakukan kesalahan pada malam dan siang hari dan Aku mengampuni dosa semuanya, maka mintalah ampun kepada-Ku niscaya akan Aku ampuni. Wahai hamba-Ku sesungguhnya tidak ada kemudharatan yang dapat kalian lakukan kepada-Ku sebagaimana tidak ada kemanfaatan yang kalian berikan kepada-Ku. 

Wahai hambaku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari kalangan manusia dan jin semuanya berada dalam keadaan paling bertakwa diantara kamu, niscaya hal tersebut tidak menambah kerajaan-Ku sedikitpun . Wahai hamba-Ku seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir, dari golongan manusia dan jin diantara kalian, semuanya seperti orang yang paling durhaka diantara kalian, niscaya hal itu tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikitpun juga. 

Wahai hamba-Ku, seandainya sejak orang pertama diantara kalian sampai orang terakhir semuanya berdiri di sebuah bukit lalu kalian meminta kepada-Ku, lalu setiap orang yang meminta Aku penuhi, niscaya hal itu tidak mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali bagaikan sebuah jarum yang dicelupkan di tengah lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya semua perbuatan kalian akan diperhitungkan untuk kalian kemudian diberikan balasannya, siapa yang banyak mendapatkan kebaikaan maka hendaklah dia bersyukur kepada Allah dan siapa yang menemukan selain (kebaikan) itu janganlah ada yang dicela kecuali dirinya.”(HR. Muslim)

Inilah 72 Golongan Yang Diisyaratkan Masuk Neraka


Bismillah...
Rosulullloh Sollallohu ‘alaihi wa sallam telah memberitahu bahwa orang2 Yahudi terbagi menjadi 72 golongan, begitu pula orang2 Nasrani . Adapun umat Islam akan terbagi menjadi 73 golongan, yang semuanya berada di neraka kecuali satu golongan saja. Ketika para shahabat bertanya, “Siapa mereka itu wahai Rosululloh?” Beliau mejawab, “Yang berada pada jalanku dan jalan para shahabatku.” Dalam riwayat lain beliau menjawab, bahwa yang satu golongan itu adalah, “Al-Jama’ah.”

Sebagian ulama berpendapat bahwa 72 golongan yg diisyaratkan masuk neraka itu berakar dari 6 golongan besar yaitu; golongan Haruriyah, Qodariyah, Jahmiyah, Murji’ah,  Rafidhoh dan Jabariyah. Masing2 dari 6 golongan ini terbagi menjadi 12 golongan, sehingga jumlahnya menjadi 72 golongan. Inilah pembagian golongan tsb ;

Pertama : Golongan Haruriyah, terbagi menjadi 12 golongan yaitu ;
  1. Azroqiyah. Mrk berpendapatbhw siapapun tdk diakui sbg org mukmin dan mrk mengkafirkan org Muslim yg mendirikan sholat ke arah kiblat, kecuali jika mrk sejalan dgn pendapat mrk.
  2. Abdhiyah. Mrk berkata, “Siapa pun yg sejalan dgn kami , mk dialah org mukmin dan siapa yg tdk sejalan dgn kami, mk dia adlh org munafik.”
  3. Tsa’labiyah. Mrk berkata, “Alloh tdk menetapkan qodho dan qodar.”
  4. Hazimiyah. Mrk berkata, “Kami tdk tahu persis apa itu iman. Semua makhluk akan mendapat ampunan.”
  5. Kholfiyah. Mrk berkata, “Siapa yg tdk berjihad, laki2 maupun wanita adalah orang kafir.”
  6. Makromiyah. Mrk berkata, “Seseorg tdk boleh bersentuhan dgn org lain, krn tdk diketahui siapa yg suci dan siapa yg najis.”
  7. Kanziyah. Mrk berkata, “Seseorg tdk boleh memberikan hartanya kpd org lain, krn boleh jadi dia tdk berhak atas harta itu. Oleh sebab itu dia hrs tetap menyimpannya, hingga muncul org2 yg benar.”
  8. Syamrohiyah. Mrk berkata, “Boleh menyentuh wanita lain mahrom, krn mrk sama dgn perhiasan.”
  9. Akhnasiyah. Mrk berkata, “Stlh meninggal dunia, org tdk akan mendapat balasan yg baik maupun yg buruk.”
10.  Mahkamiyah. Mrk berkata, “Siapa  yg menetapkan suatu hukum thd org lain, mk di adalah orang kafir.”
11.  Mu’tazilah (dari golongan Haruriyah). Mrk berkata, “Bagi kami sama saja kedudukan Ali dan Mu’awiyah. Krn itu kami menyatakan berlepas diri dari golongan mrk berdua.”
12.  Maimuniyah. Mrk berkata, “Imam tdk dianggap sah kecuali atas ridho org2 yg kami cintai.”

Kedua, Golongan Qodariyah, yg terbagi menjadi 12 yaitu;
  1. Ahmariyah. Mrk berpendapat bhw syarat adil yg berasal dr Alloh adlh jika Dia menguasai seluruh urusan hamba2Nya dan menabiri (menghijabi/membatasi) antara diri mrk dan kedurhakaan mrk.
  2. Tsanwiyah. Mrk beranggapan bhw kebaikan itu datangnya dr Alloh dan kejahatan itu datangnya dari Iblis.
  3. Mu’tazilah (dari golongan Qodariyah). Mrk berpendapat ttg Al-Qur’an sbg makhluk dan mrk mengingkari mimpi.
  4. Kaisaniyah. Mrk berkata, “Kami tdk tahu apakah perbuatan ini datangnya dari Alloh ato dari manusia? Kami juga tdk tahu apakah manusiaakan mendapat pahala atokah akan disiksa stlh mati?”
  5. Syaithoniyah. Mrk berkata, “Alloh tdk menciptakan setan.”
  6. Syarikiyah. Mrk berkata, “semua keburukan ditakdirkan kpd kekufuran.”
  7. Wahmiyah. Mrk berkata, “Perbuatan dan perkataan makhluk itu tdk mempunyai dzat, kebaikan dan keburukan jg tdk mempunyai dzat.”
  8. Rowandiyah. Mrk berkata, “Setiap kandungan kitab yg diturunkan Alloh hrs diamalkan, baik yg nasikh maupun mansukh.”
  9. Bitriyah. Mrk berpendapat bhw siapa pun yg melakukan kedurhakaan lalu bertaubat, mk taubatnya tdk akan diterima.
10.  Nakitsiyah. Mrk berpendapat bhw siapa yg melanggar baiat thd Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam mk dia tdk berdosa.
11.  Qosithiyah. Mrk lebih mengutamakan pencarian keduniaan drpd menghindarinya.
12.  Nizhamiyah. Mrk mengikuti Ibrahim An-Nizham yg berkata, “Siapa yg beranggapan bhw Alloh adlh sesuatu mk dia tlh kafir.”

Bersambung, Insya Alloh...

Pintu-pintu Ketaatan Dan Sedekah Pintu-pintu Ketaatan Dan Sedekah

Dari Abu Dzar radhiallohu ‘anhu : Sesungguhnya sejumlah orang dari shahabat Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Rosulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam: “ Wahai Rosulululloh, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala yang banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka (sedang kami tidak dapat melakukannya).” Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian jalan untuk bersedekah ? Sesungguhnya setiap (bacaan) tashbih (subhanalloh yang kamu ucapkan) merupakan sedekah, setiap takbir merupakan sedekah, setiap tahmid merupakan sedekah, setiap tahlil merupakan sedekah, amar ma’ruf nahi munkar merupakan sedekah dan pada persetubuhan yang dilakukan oleh salah seorang di antara kalian juga ada nilai sedekahnya.” Mereka lantas bertanya, “Ya Rosululloh, apakah jika salah seorang diantara kami memenuhi syahwatnya lantas ia memperoleh pahala darinya?” Beliau menjawab, “Bagaimana pendapat kalian seandainya hal tersebut disalurkan dijalan yang haram? Bukankah baginya dosa ? Demikianlah halnya jika hal tersebut diletakkan pada jalan yang halal, maka baginya mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)

Ketika berbicara tentang ketaatan dan nilai2 kebaikan dalam Islam maka kita akan mendapati bahwa hal tsb tidak terbatas hanya pada ritual ibadah mahdho saja (ibadah yg sdh terprogram/baku). Saking banyaknya nilai2 kebaikan/ketaatan, hal2 yang mubah pun (yg tadinya bernilai ‘biasa2’ saja) bisa berpahala asalkan dilakukan dgn jalan yang benar dlm rangka keta’atan kpd Alloh Ta’alaa. Dlm hadits di atas dicontohkan ttg aktifitas duniawi (jimak) yg ternyata berpahala juga jika disalurkan dgn cara yg benar (halal) dan dgn niatan yg benar (Lillahi Ta’alaa).

Namun hadits ini bisa jadi ‘pasal karet’ jika dipahami dgn apa maunya kita. Dgn dalih ‘meraih ketaatan’ bisa saja kita melakukan ‘kebaikan’2 yg sebenarnya tidak disyari’atkan. Contoh ; merayakan ulang tahun anak, dgn dalih hadits di atas bisa kita ‘terjebak’ dgn memakai moment ulang tahun misalkan kita niatkan utk bersedekah ato menyenangkan anak2 tetangga. Padahal belum pernah Rosululloh bersedekah dengan cara merayakan ulang tahun anaknya. Nah lho... Gimana dunx?

Dalam Al-Maaidah :2, Alloh tlh menegaskan bhw nilai2 kebaikan (ketaatan) harus tetap dlm rangka meraih ketakwaan. Dan ketakwaan manusia paling sempurna tentu ada pada diri Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wa sallam. “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” Menjadi jelas bhw nilai2 kebaikan yg dimaksud hadits diatas tentu mengacu pada uswah kita, Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.

Akhirnya harus dipahami bhw kebaikan2 (ketaatan) dlm Islam memang amat luas, dia tdk terbatas hanya pada sholat, puasa , zakat ato berhaji saja. Apa2 yg kita lakukan bisa bernilai ibadah tapi tentu saja bukan kita yg ‘menentukan’, Alloh dan Rosul-Nya tlh memberi batasan. Yuk buka Al-Baqoroh : 177 ; “ Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

Kebaikan adalah apa yg dianggap baik oleh Alloh dan Rosul-Nya dan keburukan adalah apa yang dianggap buruk oleh Alloh dan Rosul-Nya. Klo lah kebaikan itu menurut persangkaan manusia maka Fir’aun pun menganggap ‘baik’ perbuatannya. “...Fir’aun berkata, “Aku hanya mengemukakan kepadamu apa yg aku pandang baik, dan aku hanya menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” (Al-Mu’min:29).

Wallohua’lam...

Mensyukuri Nikmat Alloh

Dari abu Huroiroh rodhiallohu 'anhu diriwayatkan bhw ia bekata : Rosululloh Shollallohu 'alaihi wa sallam pernah bersabda, "Setiap ruas tulang manusia harus bersedekah setiap hari selama matahari masih terbit. Engkau mendamaikan dua orang yang berselisih adalah sedekah; engkau tolong seseorang utk menaikkan tunggangannya ato menaikkan barang2 ke atas tunggangannya adalah sedekah; setiap langkah yang diayunkan menuju sholat adalah sedekah; serta engkau singkirkan gangguan dari jalan jg merupakan sedekah ." (HR. Bukhori dan Muslim)

Disebutkan bhw jumlah ruas ini adlh sebanyak 360. Masing2 setiap hari wajib bersedekah. Setiap amal kebajikan berupa tasbih, tahlil, takbir ato langkah menuju sholat adlh sedekah. Siapa saja di awal hari bisa menunaikan itu semua mk ia tlh menunaikan zakat jasadnya, shg ia akan bisa menjaga selebihnya. Dlm suat hadits disebutkan, " Sesungguhnya dua roka'at di waktu dhuha itu sejajar dgn semua itu." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Yuk...kita langgengin sholat dhuha... Dlm hadits qudsi disebutkan, "Alloh Ta'ala berfirman, " Wahai anak Adam, sholatlah utk-Ku empat roka'at di awal hari, niscaya aku akan mencukupimu di awal hari dan juga mencukupimu di akhir hari." (HR. Ahmad dan Abu Ya'la)

Tapi tentu bukan berarti abis sholat dhuha kita berdiam diri di rumah mengharapkan Alloh mencukupkan kebutuhan kita hari itu. Klo yg ini mah namanya konyol he he he.... Abis sholat, kerja dong, usaha. . .

Wallohu a'lam...

Kebajikan dan Dosa

Dari Nawwas bin Sam’an radhiallohu ‘anhu , dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda : “Kebajikan adalah akhlak yang baik, dan dosa adalah apa yang terasa menganggu jiwamu dan engkau tidak suka jika diketahui manusia “ (HR. Muslim). 

Dan dari Wabishoh bin Ma’bad rodhiallohu ‘anhu dia berkata : Aku mendatangi Rosulullh shollallohu ‘alaihi wa sallam , lalu beliau bertanya: “Apakah engkau datang untuk menanyakan soal kebajikan?” Aku menjawab, “Ya”. Beliau bersabda, “Mintalah fatwa kepada hatimu sendiri, kebajikan adalah sesuatu yang membuat jiwa dan hati tenang karenanya, dan dosa adalah apa yang terasa mengganggu jiwa dan menimbulkan keraguraguan dalam hati, meskipun orang-orang memberi fatwa kepadamu.”
(Hadits hasan kami riwayatkan dari dua musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Ad Darimi dengan sanad yang hasan)

Inilah pesan yg agung ttg pembeda yg jelas antara kebajikan (ketaatan) dan dosa (kemaksiatan). Suatu kebohongan besar jika org tdk mampu membedakan mana jalan ketaatan dan mana jalan kemaksiatan, krn kunci utk membedakannya tlh ada pada diri masing2 anak adam, ia adalah ‘hati’ . Maka apa2 yg membuat hati kita menjadi gelisah, ragu dan tidak suka jika orang lain mengetahuinya itulah kemaksiatan (dosa) dan apa2 yg membuat hati menjadi tenang itulah kebajikan (ketaatan).

Namun ‘berpulangnya’ kita pd hati tentu jg didasari dgn ilmu, krn amat berbahaya jika kita menyandarkan setiap masalah kpd hati tanpa mau melihat pertimbangan ilmu yg kita miliki. Disinilah perlunya ‘fatwa’ org lain ttg masalah2 yg kita hadapi.

Nabi Adam ‘alaihis salam memberikan pesan yg bagus ttg masalah ini, “Jika kamu hendak mengerjakan sesuatu, lalu hatimu terasa terganggu, mk jangan kamu kerjakan. Sesungguhnya ketika aku mendekati pohon itu utk memakan buahnya, mk hatiku terasa tak enak utk memakannya.”

“Jika kamu hendak melakukan sesuatu, mk perhatikanlah akibatnya. Krn klo saja aku mau memikirkan akibat dr memakan buah pohon itu, tentu aku tdk akan memakannya.”

“Jika kamu hendak melakukan sesuatu, mk mintalah petunjuk kpd orang2 baik. Krn, klo saja dulu aku mau meminta saran kpd para malaikat, tentu mereka menyarankan kpdku agar tdk memakan buah dr pohon itu.”

Smg Alloh Ta’ala memberi kemampuan pd kita utk sll menapaki jalan2 kebajikan yg tlh ditetapkan-Nya. Dan smg Alloh memberikan kita petunjuk agar mampu menolak ‘bisikan’2 kejahatan. Aamiin Yaa Robbal ‘alamiin..

‘PR’ Panjang Bid’ah Hasanah


Inilah  beberapa ‘PR’  tentang bid’ah hasanah; Bagi anda yg meyakini dan memegang erat adanya bid’ah hasanah maka sudah saatnya anda sejenak memperhatikan ‘PR’ berikut ;
  1. Bahwasannya dalil2 ttg celaan thd bid’ah sangat banyak dan semuanya datang dlm bentuk mutlak (umum), tdk terdapat di dalamnya pengecualian sedikitpun dan tdk pula terdapat di dalamnya sesuatu yg menghendaki (yg terkandung makna) bhw dlm bid’ah itu ada berupa petunjuk, dan tdk pula terdapat di dlmnya perkataan : “setiap bid’ah itu sesat”, kecuali yg begini dan begini, dan tdk pula perkataan yg semakna dgnnya.  Seandainya ada bid’ah yg dipandang oleh syara’ sbg bid’ah hasanah niscaya akan disebutkan dlm suatu ayat atopun dlm hadits. Namun tdk ada, mk ini menunjukkan bhw dalil2 tsb scr keseluruan pd hakikatnya bersifat umum dan menyeluruh yg tdk seorg pun dpt menyelisihi tuntunannya.
  2. Apakah standar utk mengatakan bhw suatu bid’ah itu adalah bid’ah yg baik (hasanah)? Dan siapakah yg menjadi rujukannya?  Jika dikatakan bhw standarnya adlh kesesuaian dgn syari’at mk menjadi jelas bhw apa2 yg sesuai dgn syari’at bukanlah disbt sbg bid’ah. Jika rujukannya adlh pendapat seseorang (akal seseorg) mk itu tdk bisa dijadikan rujukan krn akal itu berbeda2 dan bertingkat2. Dan setiap pelaku bid’ah akan menganggap bhw bid’ahnya itu adalah baik (hasanah) menurut pendapatnya (akalnya). Lalu apa yg menjadi rujukan dlm masalah tsb? Dan yg mana yg diterima hukumnya?
  3. Jika penambahan dlm agama itu dibolehkan  atas nama bid’ah hasanah, mk orang yg menghapus ato mengurangi sesuatu dr agama ini juga dpt dianggap baik dgn mengatasnamakan bid’ah hasanah. Dan tdk ada bedanya antara dua hal tsb, sebab bid’ah itu terkadang berupa perbuatan atas sesuatu (menambahi ) ato meninggalkan sesuatu (mengurangi), sehingga nantinya agama ini akan dihilangkan (ciri aslinya) disebabkan penambahan dan pengurangan tsb, dan cukuplah hal ini dikatakan sbg suatu kesesatan.
  4. Apa manfaat (kemashlahatan) yg ditimbulkan dgn adanya bid’ah hasanah? Lebih bermanfaat mana apabila kita tinggalkan? Apa ruginya bagi agama ini jika bid’ah hasanah ini kita tinggalkan? Bukankah dgn meninggalkannya akan lebih menyatukan umat Islam dan menjauhkan dr perselisihan berkepanjangan? Klolah ada krn dengannya Islam tidak bisa tegak maka adakah perbuatan (amalan) bid’ah hasanah yg bila tanpanya menjadi ‘guncang’ agama ini? 
  5. Barangsiapa yg mengetahui bhw Rosululloh Shollalllohu ‘alaihi wa sallam adlh org yg paling tau ttg kebenaran dan org yg paling fasih dlm berbicara dan menjelaskan sesuatu mk dia akan tau pula pula bahwasannya sungguh tlh terkumpul pd diri beliau kesempurnaan pengetahuan thd kebenaran, bhw beliau memiliki kemampuan yg sempurna  utk menjelaskan kebenaran  dan kesempurnaan kehendak utk itu.  Dan tentunya dia akan mengetahui akan wajibnya menunaikan apa yg dituntut/diinginkan dr kemampuan dan kesempurnaan tsb.  Dgn demikian org tsb akan tau bahwasannya perkataan beliau adalah perkataan yg paling jelas , paling lengkap dan merupakan penjelas yg paling agung thd urusan2 agama ini. Mk apabila keyakinan spt ini tlh tertanam dgn kuat dlm qolbunya mk ia akan mengetahui dg seyakin2nya bahwasannya seandainya bid’ah hasanah itu ada niscaya Rosululloh Shollalllohu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskan dan menyampaikannya.
“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (TQS. An-Nisa’:115)
Wallohu a’lam...

Wasiat

Diriwayatkan dari Abu Najih, yaitu Al Irbadh bin Sariyah rodhiallohu ‘anhu dia berkata : Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam memberikan kami nasehat yang membuat hati kami bergetar karena takut serta menjadikan mata berlinang. Maka kami berkata, “ Ya Rosululloh, seakan-akan ini merupakan nasehat perpisahan, maka berilah kami wasiat.” Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah ta’ala, tunduk dan patuh kepada pemimpin kalian meskipun yang memimpin kalian adalah seorang budak hamba sahaya. Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian masih hidup (setelah ini) niscaya akan menyaksikan banyaknya perselisihan. Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap sunnahku dan sunnah para khulafaurrasyidin yang adil yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah dengan kuat) dengan gigi gerahammu. Jauhilah hal-hal yang baru, karena sesungguhnya setiap hal yang baru itu adalah bid’ah. Setiap bid’ah itu adalah kesesatan, dan setiap kesesatan itu tempatnya di neraka.”
(HR. Abu Daud dan Turmuzi, dan dia mengatakan hadits ini hasan shohih)

Inilah hadits populer tentang wajibnya mengikuti pemimpin, larangan berbuat bid’ah dan wajibnya mengikuti sunnah Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bila terjadi perselisihan. Berikut kutipan pendapat para ulama tentang hadits ini

Berkata Ibnu Rajab: “Perkataan Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah itu adalah kesesatan” merupakan “jawaami’ul kalim” (satu kalimat yg ringkas namun mempunyai arti yg sangat luas) yg meliputi segala sesuatu, kalimat itu merupakan salah satu dari pokok2 ajaran agama yg agung.” (Jaami’ul ‘Uluum wal hikam, hal. 28)

Berkata Ibnu Hajar; “: “Perkataan Beliau shollallohu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah itu adalah kesesatan” merupakan suatu kaidah agama yg menyeluruh, baik itu secara tersurat maupun tersirat. Adapun secara tersurat , mk seakan-akan beliau bersabda ; “Hal ini bid’ah hukumnya dan setiap bid’ah itu adalah kesesatan”, shg ia tdk termasuk bagian dr agama ini, sebab agama ini seluruhnya adalah petunjuk. Oleh karena itu maka apabila telah terbukti bhw suatu hal tertentu hukumnya bid’ah, mk berlakulah dua dasar hukum itu (setiap bid’ah sesat dan setiap kesesatan bukan dari agama) shg kesimpulannya adalah tertolak.” (Faathul Baary, (13/254))

Kenyataan di lapangan berkata lain, ketika suatu amalan baru –dlm agama ini- sdh dilanggengkan dan dicap ‘baik’ oleh sebagian golongan mk seakan2 tlh ‘hilang’ hadits ini. Yg ada adalah pendapat2 yg ‘menguatkan’ kebolehannya berbuat bid’ah yg baik itu.
Wallohu a’lam...

Ambisi Untuk Masuk Surga

Mu’adz bin Jabal rodhiAllohu ‘anhu berkata : Aku pernah bertanya kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam, “ Ya Rosululloh, beritahukanlah kepada kami tentang perbuatan/amalan yang akan memasukkanku ke dalam syurga dan menjauhkanku dari neraka!”, Beliau kemudian bersabda, “Engkau telah bertanya tentang sesuatu perkara yang agung, namun perkara tersebut sebenarnya mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Alloh ta’ala. Beribadahlah kepada Alloh saja dan tidak menyekutukan-Nya sedikitpun dengan sesuatu, dirikanlah sholat, tunaikan zakat, berpuasa di bulan Romadhan dan berhaji ke Baitulloh.” Kemudian Beliau (Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam) bersabda, “Maukah engkau aku beritahukan tentang pintu-pintu kebaikan? Puasa adalah perisai, Sodaqoh akan memadamkan (menghapus) kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan shalatnya seseorang di tengah malam (qiyamullail).” Kemudian Beliau membacakan ayat (yang artinya) : “ Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedangkan mereka berdo’a kepada Alloh….dst.” hingga “...sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan.” (As-Sajdah [32]:16-17)

Kemudian Beliau bersabda lagi, “Maukah kutunjukkan kepadamu tentang pokok urusan, tiangnya dan mahkotanya/puncaknya?” Aku menjawab, “Tentu ya Rosululloh.” Beliau kemudian menjawab, “ Pokok perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat dan puncaknya adalah Jihad.” Kemudian Beliau bersabda, “Maukah aku beritahukan kepadamu tentang maksud (kunci) dari semua perkara itu?, Aku berkata, “Tentu ya Rosululloh.”Beliau kemudian memegang mulut Beliau seraya bersabda, “Jagalah ini (dari perkataan kotor/buruk).” Aku berkata, “Ya Nabiyulloh , apakah kami akan diadzab juga disebabkan ucapan mulut kami? Beliau bersabda, “Celaka engkau, ya Muadz. Bukankah tidak ada yang menelungkupkan wajah manusia –atau hiidung-hidung mereka- ke dalam neraka selain buah dari yang diucapkan oleh lisan-lisan mereka!?” 
(HR. Tirmidzi dan dia berkata: Haditsnya hasan shohih)

Inilah perkara agung yang selalu jadi ‘bahan rebutan’ para sahabat rodhiallohu ‘anhum. Perkara yg merupakan kesuksesan terbesar, kesuksesan abadi dimana tidak akan ada lagi penderitaan dan kepayahan sesudahnya. Inilah yang menjadi sebab Kenapa para sahabat Nabi begitu bersemangat dan bersungguh2 mempersiapkan diri dengan berbagai amal agar bisa masuk k surga dan terhindarkan dari neraka. Al-Qur’an surat Ali Imron:185 menjelaskan, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung (sukses). Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” Maka alasan apa lagi yang membuat kita enggan, bermalas2an utk tdk bersegera mempersiapkan diri menggapai syurga-Nya?

Namun sayang, ada sebagian orang yang mengaburkan tujuan2 yg amat gamblang dan agung ini dengan membuat pernyataan yg tdk semestinya. Beberapa ‘syubhat’ tersebut adalah ;
1. Masuk syurga ato neraka itu sama saja yang penting Alloh meridhoi-Nya, sebab klo Alloh ridho, neraka pun akan menjadi dingin.
2. Bukan amal ibadah kita yang menyebabkan kita masuk syurga tapi karena rahmat dan kasih sayang Alloh, jadi tak perlu lah beramal banyak2 .

 

Tiang Mrican Kulon © 2011 Design by Wawan_Dwn | Sponsored by EQN - Islam - Best To Allah