I'TIQAD
MUHAMMADIYAH TENTANG
HARI
KIAMAT DAN IMAM MAHDI
SERTA
HUKUM MERASA ADA CAIRAN YANG KELUAR
DARI
KEMALUAN SAAT SHALAT
Pertanyaan Dari:
Luqman
Amirudin Syarif, luasy-01@plasa.com
(disidangkan
pada Jum’at, 23 Muharram 1429 H / 1 Februari 2008 M dan 9 Rabiul Awal 1430 H /
6 Maret 2009 M)
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Izinkan saya seorang kader muda
Muhammadiyah memohon fatwa kepada Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah berkenaan dengan perkara-perkara berikut:
1. Bagaimana pandangan keyakinan (i’tiqad) Muhammadiyah mengenai tanda-tanda
hari kiamat, seperti: Turunnya kembali Nabi Isa as, kemunculan Dajjal dan
Ya’juj Ma’juj?
2. Bagaimana i’tiqad Muhammadiyah mengenai Imam Mahdi yang akan muncul
bersamaan dengan turunnya Nabi Isa a.s.?
3. Saya mempunyai teman, yang sering merasakan seperti ada yang menetes
dari kemaluannya pada waktu sholat. Bagaimana hukumnya?
Demikan, mohon kiranya Majelis Tarjih dan
Tajdid berkenan menjawabnya.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Jawaban:
1. Sehubungan dengan pertanyaan No. 1, yaitu tentang tanda-tanda hari
kiamat, kalau tanda-tanda itu diterangkan oleh dalil-dalil al-Qur’an dan
hadis-hadis yang mutawatir, maka Muhammadiyah meyakininya, karena sesuai dengan
manhaj yang dipegang Muhammadiyah, menyangkut soal i’tiqad (keyakinan), dalilnya
harus mutawatir. Turunnya Nabi Isa a.s. pada akhir zaman, tidak diterangkan
oleh al-Qur’an dan juga oleh hadis-hadis yang mutawatir tetapi oleh hadis shahih
saja. Di dalam al-Qur’an surat Ali Imran (3) ayat 55 Allah swt berfirman:
øÎ)
tA$s% ª!$# #Ó|¤Ïè»t
ÎoTÎ) ÏjùuqtGãB y7ãèÏù#uur
¥n<Î) ... [آل عمران، 3: 55]
Artinya: “(ingatlah), ketika Allah berfirman:
"Hai Isa, Sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan
mengangkat kamu kepada-Ku ...” [QS. Ali Imran (3): 55]
Sehubungan dengan ayat ini,
sebahagian mufassir / para ulama berpendapat dengan mena’wilkan ayat tersebut
dengan apa yang diistilahkan mereka dengan “taqdim ta’khir”
(mendahulukan dan mengemudiankan), diberikan arti sebagai berikut:
إِنِّي رَافِعَكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ
مِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمُتَوَفِّيكَ بَعْدَ أَنْ تَنْزِلَ مِنَ السَّمَاءِ، أَيْ
أَنَّهُ رَفَعَهُ إِلَى السَّمَاءِ حَيًّا بِجِسْمِهِ وَرُوحِهِ وَسَيَنْزَلُ فِي آخِرِ
الزَّمَانِ، فَيَحْكُمُ بِشَرِيعَةِ الإِسْلاَمِ ثُمَّ يُمِيتُهُ اللهُ.
Artinya: “Sesungguhnya Aku (Allah)
mengangkatmu kepada-Ku, mensucikanmu dari (tipu daya) orang-orang kafir dan
(Aku) mewafatkan kamu sesudah kamu turun dan langit,” artinya bahwasannya Allah
mengangkatnya ke langit dalam keadaan hidup jasad dan ruhnya dan kelak dia akan
turun pada akhir zaman, lalu dia menghukum dengan syariat Islam kemudian Allah
mematikannya.
Pendapat ini untuk menampung
sejumlah hadis shahih yang mengatakan bahwa Isa a.s. akan turun ke bumi pada
akhir zaman, sekalipun hadis-hadis itu tidak sampai kepada derajat mutawatir.
Adapun sebahagian mufassir /
ulama yang lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perkataan “التوفى” (diwafatkan) adalah الأَمَاتَةُ اْلعَادِيَةُ yang artinya kematian biasa (fisik), sedangkan “الرفع” adalah رَفْعُ الرُّوحِ وَاْلمَكَانَةِ لاَ اْلمَكَانَ كَمَا قَالَ
تَعَالَى فَي شَأْنِ إِدْرِيسَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ: وَرَفَعْنَاهُ مَكَانًا
عَلِيًا , yang
artinya pengangkatan ruh (Isa) dan kedudukannya, bukan tempat (dalam arti
fisik) sebagaimana firman Allah swt mengenai keadaan Nabi Idris a.s.: “Dan
telah kami angkat dia (Idris) dalam kedudukan yang tinggi (mulia)
Dalam masalah Isa a.s. ini
Muhammadiyah condong kepada pendapat yang kedua dan memandang tidak perlu
adanya “taqdim dan ta’khir”, karena tidak ada kerumitan dalam memahami
ayat 55 surat Ali lmran di atas, dengan meminjam ucapan pengarang Tafsir
al-Manar:
إِنَّ مُخَالَفَةَ التَّرْتِيبِ فِي الذِّكْرِ لِلتَّرْتِيبِ
فِي اْلوُجُودِ لاَ يَأتِي فِي اْلكَلاَمِ الْبَلِيغِ إِلاَّ لِنَكْتَةٍ، وَلاَ
نَكْتَةَ هَذَا لِتَقْدِيمِ التُّوُفِّيِ عَلَى الرَّفْعِ إِذْ الرَّفْعُ هَوَ
اْلأَهَّمُ لِمَا فِيهِ مِنَ اْلبِشَارَةِ بِالنَّجَاةِ وَرِفْعَةِ اْلمَكَانِ.
Artinya: “Bahwa perbedaan
tertib (urutan) dalam sebutan itu untuk memberi pengertian tertib dalam
wujudnya tidak tampil dalam perkataan yang baligh kecuali karena ada kerumitan,
dan di sini tidak ada kerumitan untuk mendahulukan kematian atas pengangkatan,
justru pengangkatan itu yang lebih penting karena di dalamnya mengandung berita
gembira dengan kemenangan dan tinggi kedudukan itu.”
Mengenai kemunculan Dabbah
dan Ya’juj Ma’juj, hal itu diyakini sepenuhnya oleh Muhammadiyah karena
diterangkan oleh al-Qur’an, masing-masing dalam surat an-Naml ayat 82 dan
dalam surat al-Anbiya ayat 96-97, sekalipun secara mujmal dan mubham
tanpa ada rinciannya. Sedangkan Dajjal, tidak disebutkan dalam al-Qur'an,
tetapi disebutkan dalam hadits-hadits shahih dan hampir mendekati derajat
mutawatir, atau paling tidak bersifat masyhur.
2. Mengenai pertanyaan No. 2, sebelum kami menegaskan keyakinan
Muhammadiyah terhadap Imam Mahdi yang akan muncul pada akhir zaman, perlu anda
ketahui bahwa paham tentang adanya Imam Mahdi berkembang dalam kalangan Syiah
Imamiyah. Menurut Syiah Imamiyah pada akhir zaman akan datang seorang khalifah
yang adil dari keturunan Ali bin Abi Thalib r.a. dengan nama-nama Mahdi, yang
akan berkuasa di seluruh dunia Islam.
Paham tentang Imam
Mahdi pada mulanya termasuk rekayasa dan strategi Syiah Imamiyah untuk
mengimbangi kerajaan Bani Umayyah yang memerintah dengan penuh penindasan
kepada pengikut Ali bin Abi Thalib pada waktu itu. Sementara menunggu munculnya
Imam Mahdi, maka dunia ini dipimpin oleh tokoh-tokoh spiritual Syiah yang kasat
mata (rijalul qhaib) yang susunannya terdiri dari seorang Quthub atau
Qhaus yang diberi nama Insan Kamil, empat orang Autad sebagai menteri,
tujuh orang Abdal, dua belas orang Nukaba’ dan tiga ratus orang Nujaba.
Dengan mudah dapat dibantah
bahwa kerajaan batin itu yang dikendalikan oleh orang-orang kasat mata tersebut
(rijalul qhaib) pada hakikatnya tidak ada, itu hanya imajinasi orang
Syiah, tidak bisa diterima oleh akal dan naql (Syara). Begitu pula
dengan Imam Mahdi yang dalam masyarakat Jawa disebut Ratu Adil. Muhammadiyah
tidak meyakini adanya Imam Mahdi, karena tidak berdasar kepada dalil-dalil yang
mutawatir.
Menurut Ibnu Khaldun, bahwa
cerita tentang Imam Mahdi sangat simpang siur sumbernya dari golongan Syiah,
tidak jelas ujung pangkalnya. Soal Imam Mahdi oleh musuh-musuh Islam dipakai
sebagai senjata untuk merusak Islam, seperti adanya klaim dari Mirza Ghulam, di
samping sebagai Nabi juga sebagai Mahdi.
Memang terdapat beberapa riwayat
yang dinilai bertolakbelakang dan ternilai dhaif dengan kebanyakan
riwayat yang membicarakan seputar masalah ini. Riwayat-riwayat yang lemah dan
bertolakbelakang dengan riwayat-riwayat yang kuat itu di antaranya:
عَنْ
ثَوْبَانَ قَالَ:
قَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السُّوْدِ قَدْ جَاءَتْ من قِبَلِ خُرَاسَانَ فَأْتُوهَا فَإِنَّ فِيْهَا خَلِيْفَةُ اللهِ
اْلمَهْدِيِّ. [رواه أحمد]
Artinya: “Diriwayatkan dari Tsauban, ia
berkata: Rasulullah saw bersabda: Apabila kalian melihat panji-panji hitam
datang dari Khurasan maka datangilah meskipun dengan merangkak di atas es,
karena di dalamnya ada khalifah Allah, (yaitu) al-Mahdi.” [HR. Ahmad]
Dalam sanad riwayat ini
terdapat Ali bin Zaid yang dinilai oleh para ulama kritikus hadits sebagai dha'if.
Bahkan ia banyak memiliki riwayat munkar yang hanya diriwayatkan
olehnya. Jadi keseluruhan periwayatannya tidak bisa dijadikan argumen. Hadits
ini juga digunakan oleh Bani Abbas (Dinasti Abbasiyah) sebagai justifikasi
bahwa al-Mahdi akan muncul dari kelompok mereka, di mana keyakinan mereka ini
bertentangan dengan banyak riwayat yang lebih kuat bahwa al-Mahdi yang
sebenarnya akan muncul dari keturunan Nabi (ahlu bait) yang mempunyai
nama yang sama dengan Nabi dan nama bapak Nabi, Muhammad bin Abdullah.
Namun demikian, jika
ditelisik lebih seksama ternyata banyak ulama seperti al-Hafizh Abu Hasan
al-Abiri dan Imam asy-Syaukani juga Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnu al-Qayim
al-Jauziyah berpendapat bahwa hadits-hadits yang membicarakan tema ini memang
mayoritas derajatnya ahad. Tetapi jika ditinjau secara menyeluruh akan ditemukan
kandungan satu hadits mendukung hadits lain. Baik kandungan khusus (seperti hadits
yang menceritakan ciri-ciri fisik al-Mahdi) maupun kandungan umum. Terkadang
ada hadits yang membicarakan asal usulnya (al-Mahdi) dari keturunan Nabi saw,
lalu ada hadits lain yang menerangkan kondisi kehidupan saat al-Mahdi memimpin.
Jika kita urutkan, maka kita akan dapati semacam keselarasan yang sama-sama
menerangkan bahwa al-Mahdi akan keluar di akhir zaman (kandungan umum). Dengan
demikian dari segi kandungan khusus, maka hadits semisal yang menerangkan ciri
fisik al-Mahdi berstatus ahad, namun dari segi kandungan umum, maka hadits ini
adalah mutawatir ma'nawi. Dan derajat mutawatir ma'nawi ini telah
menjadi ijmak ulama untuk menerimanya.
Di antara beberapa riwayat mutawatir
ma'nawi itu ialah;
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قالَتْ: سَمِعْتُ رَسُولَ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ: «المَهْدِيُّ مِنْ عِتْرَتِي مِنْ وَلَدِ فَاطِمَةَ. [رواه أبو داوود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ummu Salamah, ia
berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Al-Mahdi berasal dari
keluargaku dari anak Fatimah.” [HR. Abu Dawud]
عَنْ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنَ الدُّنْيَا إلاَّ
يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ ثُمَّ اتَّفَقُوا
حَتَّى يَبْعَثَ رَجُلاً مِنِّي أوْ مِنْ أهْلِ بَيْتِي يُوَاطِىءُ اسْمُهُ اسْمِي
وَاسْمُ أبِيهِ اسْمَ أبِي. [رواه
أبو داوود]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah, dari
Nabi saw, beliau bersabda: Seandainya dunia hanya tinggal sehari, Allah pasti
akan memanjangkan hari itu sampai Allah mengutus seorang laki-laki dariku, atau
dari keluargaku, yang namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan
nama ayahku.” [HR. Abu Dawud]
Imam asy-Syaukani berpendapat;
"Hadits-hadits mengenai kedatangan al-Mahdi al-Muntazhar yang bisa
diteliti sebanyak lima puluh. Di antaranya ada yang shahih, hasan, dan dha'if.
Riwayat-riwayat ini mutawatir tanpa ada keraguan dan kerancuan di
dalamnya." (Shadiq Hasan Khan dalam al-Idza'ah: 113-114 menukil
dari al-Taudhih fi Tawatur Ma Ja'a fi al-Mahdi al-Muntazhar wa al-Dajjal wa
al-Masih oleh Imam asy-Syaukani).
Berdasarkan keterangan di
atas, kami berpendapat bahwa keyakinan terhadap al-Mahdi merupakan bagian dari
keyakinan terhadap hal-hal ghaib adalah benar menurut hadis-hadis mutawatir
ma’nawi. Akan tetapi, terkait dengan fenomena munculnya klaim-klaim dari
pihak-pihak tertentu yang mengaku-aku sebagai al-Mahdi, maka kami menyarankan
agar umat Islam berhati-hati dan tidak mudah percaya pada klaim-klaim seperti
tersebut di atas yang tidak jelas kebenarannya. Umat Islam hendaknya bersikap
kritis dan terus mengkaji persoalan-persoalan seperti ini melalui sumber-sumber
yang jelas, yakni al-Qur’an dan as-Sunnah.
3. Selanjutnya, menjawab pertanyaan No. 3, menurut hemat kami sesuatu yang
menetes itu boleh jadi sisa atau bakal air kencing yang tertahan dalam ujung
kantong kemih. Oleh sebab itu sebaiknya ia memeriksa apakah ada bekasnya atau
tidak. Kalau ada bekas dan hal itu diyakini, maka shalatnya batal dan harus diulang
kembali sesudah membersihkan kemaluannya dengan air serta mengganti pakaian
dalamnya, karena air kencing itu adalah najis, serta berwudlu kembali kemudian
mengerjakan shalat dimulai dari awal. Kami juga menyarankan agar teman saudara
itu memeriksa dengan cermat, apakah hal itu juga sering dirasakan di luar
shalat, karena mungkin saja ada kelainan atau gangguan kesehatan yang perlu
diperiksa oleh dokter.
Wallahu a'lam bishshawab. *th-mr)