AURAT WANITA ISLAM
Pertanyaan Dari:
A.E. Riyadi
(Disidangkan pada hari Jum’at, 11 Sya’ban 1428 H / 24
Agustus 2007 M
dan 9 Rabiul
Awal 1430 H / 6 Maret 2009 M)
Pertanyaan:
Assalaamu ‘alaikum
Wr. Wb.
Bolehkah wanita
Islam memperlihatkan/ menampakkan perhiasannya kepada wanita non muslim?
Mohon pencerahannya,
kalau anak saya masuk suatu sekolah umum yang terdiri dari beberapa agama serta
menyediakan/ harus menginap dalam asrama sekolah, apabila anak perempuan saya
membuka kain kudungnya atau menampakkan perhiasannya, padahal dalam kamar
asramanya ada perempuan non muslim. Apakah anak perempuan saya berdosa?
Wassalaamu ‘alaikum
Wr. Wb.
Jawaban:
Sebelum menjawab
pertanyaan saudara, kami kutipkan lebih dahulu ayat-ayat al-Qur’an yang ada
kaitannya dengan masalah aurat, antara lain ialah:
@è% úüÏZÏB÷sßJù=Ïj9 (#qÒäót ô`ÏB ôMÏdÌ»|Áö/r& (#qÝàxÿøtsur óOßgy_rãèù 4
y7Ï9ºs 4s1ør& öNçlm; 3
¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqãèoYóÁt .
[النور (24): 30]
Artinya: “Katakanlah kepada orang
laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".” [QS. an-Nur (24): 30].
@è%ur ÏM»uZÏB÷sßJù=Ïj9 z`ôÒàÒøót ô`ÏB £`ÏdÌ»|Áö/r& z`ôàxÿøtsur £`ßgy_rãèù wur úïÏö7ã £`ßgtFt^Î wÎ) $tB tygsß $yg÷YÏB . [النور (24): 31]
Artinya: “Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan (menjaga) kemaluannya,
dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya, ... ” [QS. an-Nur (24): 31].
$pkr'¯»t ÓÉ<¨Z9$# @è% y7Å_ºurøX{ y7Ï?$uZt/ur Ïä!$|¡ÎSur tûüÏZÏB÷sßJø9$# úüÏRôã £`Íkön=tã `ÏB £`ÎgÎ6Î6»n=y_ 4
y7Ï9ºs #oT÷r& br& z`øùt÷èã xsù tûøïs÷sã 3
c%x.ur ª!$# #Yqàÿxî $VJÏm§ . [الأحزاب (33): 59]
Artinya: “Hai Nabi, katakanlah
kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:
"Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. al-Ahzab (33): 59].
Penjelasan
Dua ayat dari
surat an-Nur, yaitu ayat 30 dan 31, tergolong ayat Madaniyah, sebab seluruh
ayat dari surat an-Nur adalah Madaniyah (al-Qasimi, 1978, XII: 107). Adapun
asbabun-nuzul kedua ayat tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Ayat 30 surat an-Nur
Menurut riwayat yang ditakhrijkan oleh
Ibnu Mardawaih dari Ali bin Abi Thalib r.a.; Pada masa Rasulullah saw ada
seseorang berjalan di suatu jalan di Madinah, kemudian dia melihat seorang
wanita dan wanita itu pun melihatnya, lalu syaitan pun mengganggu keduanya
sehingga masing-masing melihatnya karena terpikat. Ketika laki-laki itu
mendekati suatu tempat untuk mengintai wanita tersebut, hidungnya terbentur
tembok hingga luka dan berdarah-darah. Lalu ia bersumpah demi Allah tidak akan
membasuh darah itu sebelum bertemu Rasulullah saw dan menceritakan peristiwa
tersebut. Lalu Rasulullah saw bersabda: “Itu adalah balasan dosamu”. Kemudian
turunlah ayat 30 surat an-Nur ini.
b.
Ayat 31 surat an-Nur
Menurut riwayat yang ditakhrijkan oleh
Ibnu Katsir dari Muqatil Ibnu Hibban, dari Jabir Ibnu Abdillah al-Anshari, ia
berkata: Saya menerima berita bahwa Jabir Ibnu Abdillah al-Anshari meriwayatkan
bahwa Asma’ binti Martsad ketika berada di kebun kurma miliknya, datanglah
beberapa orang wanita dengan tidak memakai pakaian yang rapi, sehingga tampak
gelang kaki dan dada mereka. Maka berkatalah Asma’: “Ini tidak pantas”. Lalu
turunlah ayat 31 surat an-Nur ini.
Ayat 30 ditujukan kepada kaum muslimin, sedangkan ayat 31
ditujukan kepada para mukminat. Sekalipun kedua ayat itu diiturunkan karena
sebab tertentu, tetapi berlaku secara umum. Oleh karena itu larangan melihat atau menampakkan aurat ditujukan kepada
semua orang, baik laki-laki maupun perempuan.
Kedua ayat
tersebut dikuatkan juga oleh hadits Nabi Muhammad saw:
أنَّ أسْمَاءَ بِنْتَ أبي بَكْرٍ دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ الله
صلى الله عليه وسلّم وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ الله
صلى الله عليه وسلّم وقال: يا أسْمَاءُ إنَّ الْمَرْأةَ إذَا بَلَغَتِ المَحِيضَ
لَمْ يَصْلُحْ لَها أنْ يُرَى مِنْهَا إلاَّ هذَا وَهذَا، وَأشَارَ إلى وَجْهِهِ
وَكَفَّيْهِ. [رواه أبو داود عن عائشة].
Artinya:
“Bahwa Asma’ binti Abu Bakar masuk ke rumah Rasulullah saw memakai baju yang
tipis, kemudian beliau memalingkan pandangannya dari Asma’ dan berkata
kepadanya: Hai Asma’, apabila perempuan sudah baligh, maka tidaklah pantas
dilihat tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk kepada wajah dan kedua
telapak tangannya” [HR. Abu Dawud dari Aisyah].
Hadits tersebut bukan hanya melarang menampakkan aurat,
bahkan memakai pakaian tipis pun dilarang. Hadits tersebut juga memberikan
pengertian bahwa yang dimaksudkan dengan aurat, ialah seluruh tubuh kecuali
muka dan telapak tangan.
Para ulama sepakat bahwa larangan itu menunjukkan kepada
haram. Maka menampakkan sebagian aurat kepada laki-laki yang bukan mahram bagi
seorang wanita adalah haram dan berdosa. Dan sebaliknya, orang laki-laki pun
haram menampakkan sebagian auratnya kepada wanita yang bukan mahram baginya.
Sebab aurat hanya diperbolehkan dilihat oleh suami/ istri saja.
Mengenai pertanyaan saudara, yakni hukum wanita muslim
memperlihatkan aurat pada wanita non muslim, Imam al-Qurtubi (Jâmi Ahkam
al-Qur'an; 12:233) mengatakan aurat wanita muslim tidak boleh dilihat oleh
perempuan non muslim kecuali oleh ibunya sendiri meski ibunya tersebut seorang
kafir/ musyrikah. Ibnu Juraij, Ubadah bin Nasa dan Hisyam al-Qari'
membenci seorang muslimah yang terbuka auratnya ketika menerima tamu seorang
wanita nasrani. Sedangkan Ibnu Abbas berkata: "Haram bagi seorang muslimah
terlihat auratnya oleh wanita-wanita Yahudi atau Nasrani, agar mereka tidak
menceritakan (sifat) wanita muslimah tadi pada suami-suami wanita Yahudi atau
Nasrani itu." Demikian halnya
dengan Umar bin Khatab ra., ia pernah menulis surat pada Abu Ubaidah yang
berisikan larangan wanita muslim bercampur dengan wanita kafir/ musyrikah
dalam sebuah pemandian (hamam) atau mandi bersama.
Menurut hemat kami, pada prinsipnya aurat wanita muslim
memang tidak boleh dilihat baik oleh wanita muslim maupun non muslim. Hal ini
dimaksudkan agar tidak timbul fitnah. Namun demikian, terkait kasus yang
saudara sampaikan, yakni wanita muslim yang tinggal bersama wanita non muslim
di sebuah asrama, dapat dikategorikan sebagai keadaan dlarurat yang
memungkinkan untuk meninggalkan prinsip di atas. Sekalipun begitu, bukan
berarti bahwa wanita muslim bersangkutan dapat secara bebas membuka auratnya.
Dia tetap harus berupaya semaksimal mungkin menutupi auratnya, untuk menjaga
hal-hal yang tidak diinginkan.
Wallahu a’lam bish-shawab. *sd-mr)