TATA CARA SHALAT BAGI ORANG SAKIT
Pertanyaan dari:
Soejarwo
Desa Randu, Kecamatan Pencalongan Kabupaten Batang
Jawa Tengah
(disidangkan pada Jum’at, 16 Rabiul Awal 1430 H /
13 Maret 2009)
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan ini kami mengajukan pertanyaan sebagai
berikut:
Kami mohon dengan hormat untuk dibuatkan tuntunan bagi
orang sakit yang tidak dapat melaksanakan shalat secara normal menurut tuntunan
Rasulullah saw, yaitu;
1. Bagaimana cara melakukan shalat bagi orang
yang hanya bisa dengan duduk?
2. Bagaimana cara melakukan shalat bagi orang
yang hanya bisa berbaring ke arah lambung kanan?
3. Bagaimana cara melakukan shalat bagi orang
yang hanya bisa berbaring menelentang?
4. Bagaimana cara menghadap kiblat bagi orang
yang berada di rumah sakit, yang posisi tempat tidurnya belum tentu sejalan
dengan arah kiblat?
Kami pernah melakukan shalat dengan duduk, dengan berbaring, namun kami belum
merasa puas sebelum kami tahu tuntunan dari Rasulullah saw.
Demikian pertanyaan dari kami. Atas jawabannya
kami sampaikan banyak terima kasih.
Jawaban:
Sebelum kami menjawab
pertanyaan bapak Soejarwo, perlu kami sampaikan bahwa apa yang ditanyakan oleh
bapak adalah tentang tata cara shalat bagi orang sakit. Pada dasarnya orang
sakit sama dengan orang sehat dalam hal kewajiban melaksanakan shalat, hanya
bagi orang sakit ada beberapa rukhsah (keringanan) dalam melaksanakannya.
Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa agama Islam itu mudah tidak sulit, dan
Allah tidak menjadikan untuk kita dalam agama suatu kesempitan.
وَجَاهِدُوا فِي اللهِ
حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ
حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ
قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا
شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ
وَاعْتَصِمُوا بِاللهِ هُوَ مَوْلاَكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ [الحج،
22: 78]
Artinya: “Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang
sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan
untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (ikutilah) Agama orang tuamu Ibrahim.
Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu, dan
(begitu pula) dalam (al-Qur’an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas
segenap manusia, maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berpeganglah
kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung
dan sebaik-baik Penolong”. [QS. al-Hajj (22): 78]
Untuk menjawab beberapa pertanyaan yang
dikemukakan bapak Soejarwo, perlu kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut;
1. Ketika akan melaksanakan shalat hendaklah
melakukan wudhu terlebih dahulu. Jika orang sakit mampu melakukan wudhu dengan
menggunakan air, maka hendaklah ia melakukannya seperti orang sehat. Apabila ia
tidak mampu melakukannya dengan menggunakan air, maka hendaklah ia melakukan
tayamum sebagai ganti dari wudhu, yaitu, dengan menekankan kedua telapak tangan
ke tanah atau tempat yang mengandung unsur tanah/ debu, kemudian meniup kedua
telapak tangan tersebut, lalu mengusapkannya pada muka dan kedua punggung telapak
tangan masing-masing satu kali.
2. Orang sakit selama ia mampu melakukan
shalat dengan berdiri, maka hendaklah ia shalat dengan berdiri. Jika ia tidak
mampu melaksanakannya dengan berdiri, maka shalatlah dengan duduk, baik dengan
duduk bersila maupun dengan cara duduk tawaruk atau iftirasy.
3. Jika tidak mampu duduk karena mendapatkan
kesulitan ketika duduk atau mendapatkan madharat, seperti penyakitnya bertambah
parah, maka hendaklah ia melaksanakan shalat dengan tidur miring. Tata cara
shalat orang sakit seperti itu ditegaskan dalam hadits sebagai berikut;
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ - رضى
الله عنه - قَالَ كَانَتْ بِى بَوَاسِيرُ فَسَأَلْتُ النَّبِىَّ - صلى الله عليه
وسلم - عَنِ الصَّلاَةِ فَقَالَ :
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ
فَعَلَى جَنْب. [رواه البخارى]
Artinya: “Diriwayatkan dari Imran bin Husein
ra., ia berkata; ”Saya menderita penyakit wasir, lalu saya bertanya kepada
Rasulullah saw., maka beliau menjawab: “Shalatlah kamu sambil duduk. Jika tidak
mampu (duduk), maka hendaklah shalat sambil berbaring.” [HR. al-Bukhari]
4. Gerakan atau cara ruku’ dan sujud orang
sakit hendaklah dibedakan. Untuk sujud caranya dengan membungkukkan badan lebih
rendah (bawah) dari ruku’.
عَنْ عَلِىِّ بْنِ
أَبِى طَالِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ: يُصَلِّى
الْمَرِيضُ قَائِمًا إِنِ اسْتَطَاعَ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَلَّى قَاعِدًا،
فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يَسْجُدَ أَوْمَأَ، وَجَعَلَ سُجُودَهُ أَخْفَضَ مِنْ
رُكُوعِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّى قَاعِدًا صَلَّى عَلَى جَنْبِهِ
الأَيْمَنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُصَلِّىَ
عَلَى جَنْبِهِ الأَيْمَنِ صَلَّى مُسْتَلْقِيًا رِجْلُهُ مِمَّا يَلِى
الْقِبْلَةَ. [رواه البيهقى والدارقطنى]
Artinya: “Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ra.,
dari Nabi saw. beliau bersabda: Orang sakit melakukan shalat dengan berdiri
jika ia mampu berdiri. Jika ia tidak mampu (berdiri), shalatlah ia dengan
duduk. Jika ia tidak mampu sujud ke tanah (tempat sujud), maka ia memberi
isyarat, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah (posisi atau caranya) dari
ruku’nya. Jika ia tidak mampu
shalat dengan duduk, maka ia shalat dengan tidur miring ke sebelah kanan dan
menghadap kiblat. Jika tidak mampu tidur miring ke sebelah kanan, maka ia
shalat dengan menghadapkan kedua kakinya ke arah kiblat.” [HR. al-Baihaqi dan ad-Daruquthni]
Dari kedua hadits di atas (hadits riwayat Imran
bin Husein dan riwayat Ali bin Abi Thalib) dapat disimpulkan bahwa tatacara
shalat bagi orang sakit adalah sebagai berikut:
1.
Jika
ia mampu berdiri hendaklah ia melakukannya dengan berdiri
2.
Jika
tidak mampu berdiri, hendaklah melakukannya dengan duduk, baik duduk iftirasy, duduk
tawarruk atau cara duduk yang ia mampu lakukan.
3.
Apabila
ia tidak mampu melaksanakan shalat dengan duduk, maka ia dapat melakukannya
dengan cara tidur miring ke sebelah kanan dan menghadap kiblat jika
memungkinkan.
4.
Jika
tidak mampu tidur miring, maka ia menghadapkan kedua kakinya ke arah kiblat
jika memungkinkan.
5.
Jika
tidak memungkinkan menghadap ke arah kiblat, maka shalat tetap dapat dilakukan
ke arah mana saja orang sakit itu menghadap. Allah berfirman:
وَلِلَّهِ
الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ إِنَّ اللهَ
وَاسِعٌ عَلِيمٌ. [البقرة، 2: 115]
Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah
timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2): 115]
6.
Cara ruku’ dan sujud bagi orang sakit yang tidak
mampu melakukannya dengan berdiri hendaklah dibedakan antara keduanya. Sujud dilakukan dengan cara membungkukkan
badan lebih rendah (bawah) dari cara untuk ruku.
Wallahu a’lam bish-shawab. *A.56h)