MENGAPA DIBACA MIN QABLU DAN MIN BA’DU?
Pertanyaan Dari:
Asfari Mukri, NBM. 643874
Pimpinan Ranting Muhammadiyah Kradenan Pekalongan
Jawa Tengah
(disidangkan pada Jum’at, 6 Rabiul Awwal 1429 H /
14 Maret 2008 M)
Pertanyaan:
Assalamu ’alaikum
Wr. Wb.
Bersama ini
kami dari Jama’ah Majelis Ta’lim Masjid Al-Amin Pimpinan Ranting Muhammadiyah
Kradenan Pekalongan, bermaksud mengajukan pertanyaan kepada Majelis Tarjih dan
Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah sebagai berikut:
Sepanjang
pengetahuan kami, bahwa al-Qur’an itu berbahasa Arab. Dalam bahasa Arab, kita
kenal bahwa huruf مِنْ
termasuk harfu jar, sehingga isim sesudahnya harus dibaca kasrah
(majrur). Namun kami menjumpai bacaan dalam al-Qur’an:
1. Surat al-Baqarah (2): 91, terdapat bacaan:
مِنْ قَبْلُ
2. Surat al-Anfal (8): 75, terdapat bacaan: مِنْ بَعْدُ
Sehubungan hal tersebut, kami mohon
jawaban/penjelasan seperlunya. Sekian, atas perhatiannya diucapkan banyak
terima kasih.
Wassalamu ’alaikum Wr. Wb.
Jawaban:
Sebelum menjawab pertanyaan saudara, kami jelaskan
lebih dahulu beberapa hal yang erat kaitannya dengan apa yang saudara tanyakan.
Isim (kata benda), dibagi menjadi dua macam:
a. Isim mu’rab, yaitu kata benda yang bunyi huruf akhirnya dapat
berubah-ubah sesuai dengan kedudukannya dalam kalimat, seperti:
-
جَاءَ زَيْدٌ
(Zaid datang). Kata Zaid berkedudukan
sebagai fa’il (subjek/pelaku).
-
رَأَيْتُ زَيْدًا
(Saya melihat Zaid). Kata Zaid berkedudukan sebagai maf’ul bih (objek).
-
مَرَرْتُ بِزَيْدٍ
(Saya melewati Zaid). Kata Zaid majrur (dijar; dibaca kasrah)
karena didahului huruf jar, yaitu بِ.
Kata Zaid termasuk isim mu’rab, karena bunyi
huruf akhir د (dal) dapat berubah.
b. Isim mabni, yaitu kata benda yang bunyi huruf akhirnya
tetap, tidak berubah. Kata قَبْلُ
(qablu) dan بَعْدُ
(ba’du), termasuk ظَرْف
(isim yang menunjukkan makna tempat atau keadaan).
Kedua kata tersebut, jika tidak disebutkan مضاف إليه (mudlaf ilaih)-nya (kata yang disandari,
yaitu kata sesudahnya), sedang maknanya tersirat, maka kedua kata tersebut
adalah mabni (huruf terakhir tidak berubah), sekalipun didahului huruf jar.
Misalnya: مَا رَأَيْتُ مِثْلَ هَذَا الْكِتَابِ
مِنْ قَبْلُ .
Yang dimaksudkannya ialah مِنْ قَبْلِ رُؤْيَتِهِ.
Karena kata رُؤْيَتِهِ (mudlaf ilaih)
tidak disebutkan, maka kata قَبْلُ
adalah mabni, yakni bunyi huruf akhir, yaitu huruf ل (lam) tidak berubah,
tetap didlammah.
Tetapi jika mudlaf ilaih-nya disebutkan
dengan jelas, maka kata قَبْلُ
menjadi mu’rab (huruf akhir berubah). Misalnya: مَا رَأَيْتُ مِثْلَ هَذَا الْكِتَابِ مِنْ قَبْلِ رُؤْيَتِهِ
. Huruf akhir dari kata قَبْلِ dikasrah karena didahului
huruf jar, yaitu مِنْ
(min).
Para ahli nahwu menamakan bentuk seperti itu
dengan istilah غَايَةُ
اْلغَايَاتِ (batas penghabisan), karena sesudahnya tidak ada kata
lain, karena mudlaf ilaihnya tidak disebutkan. Bentuk seperti itu banyak
disebutkan dalam al-Qur’an, antara lain:
فِي
بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ اْلأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ
وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ. [الروم، 30: 4]
Artinya: “Dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan
sesudah (mereka menang), dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah
orang-orang yang beriman.” [QS. ar-Rum (30): 4]
Yang dimaksudkan denganمِنْ قَبْلُ dan مِنْ بَعْدُ pada ayat tersebut adalah: مِنْ قَبْلِ الْغَلَبِ وَمِنْ بَعْدِهِ , artinya: “sebelum
kemenangan dan sesudahnya.”
Wallahu a’lam bish-shawab.
*sd)