ILMU TAFSIR


Dalam mengambil suatu istimbath hukum dari sumber hukum ISLAM maka kita harus memahami metode yg benar ,.....

metodologi pemahaman yang benar dari sumber-sumber ad dienul islam

Al Quran sebagai salah satu sumber Islam masih memiliki bahasa yang Mujmal /global, oleh karena itu para ulama sepakat, untuk memahaminya diperlukan kitab tafsir. Secara bahasa tafsir berarti penjelasan atau pengungkapan, bisa juga menjabarkan kata yang samar.Adapun secara istilah tafsir ialah penjelasan terhadap Kalamullah Al Quranul Kariim. Ilmu tafsir merupakan suatu ilmu yang mulia karena pembahasannya berkaitan dengan Kitabullah (Al Qur an ul kariim) dan merupakan petunjuk serta pembeda antara haq dan batil. Oleh karena itu setiap muslim yang sepakat bahwa kita harus beriman kepada Al Qur an tentunya akan berpegang pula kepada firman Allah Ta’ala dlm surat At Taubah :100 , bahwa ia tidak akan memahami Al Quran dengan pemahaman yang tidak jelas sumbernya tetapi selalu merujuk kepada pemahaman para ulama ahli tafsir terutama para ahli tafsir generasi terbaik Islam. Berikut ini akan dipaparkan sedikit mengenai ilmu tafsir, serta siapa sajakah Ahli tafsir generasi terbaik Islam itu dan siapakah yang mengikuti mereka dengan baik. Tafsir di bagi ke dalam 4 periode :
‎1. Tafsir pada zaman Nabi
Rasulullah sendiri yang memberitahukan kepada para sahabat mengenai maksud dari suatu kata seperti Al Kautsar rasul menerangkan kepada para sahabat bahwa maksudnya sungai yang Allah janjikan kepadaku di surga.

2. Tafsir pada zaman Shahabat
Metode para sahabat dalam menafsirkan Al Qur an ialah dengan :

a. Menafsirkan Al Qur an dengan Al Qur an
b. Menafsirkan Al Qur an dengan sunnah Rasulullah

Tokoh mufassir pada masa ini diantaranya ialah : Khulafaur Rasyidiin, Abdullah ibn Mas’ud, Abdullah ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abdullah ibn Zubair, dan Aisyah.
‎3. Tafsir pada zaman Tabi’ien
Metode penafsiran pada zaman ini tidak jauh berbeda dengan zaman sahabat, dalam periode ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir :
a. Madrasah Makkah atau Madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan Mufassir terkenal seperti Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula Ibnu Abbas, Thowus Al Yamany, dan Atho bin Abi Robah.
b. Madrasah Madinah atau Madrasah Ubay bin Ka ab, yang melahirkan pakar tafsir seperti, Zaid bin Aslam, Abul Aliyyah, dan Muhammad bin Kaab Al Quroddly.
c. Madrasah Iraq atau Madrassah Ibnu Mas’ud , diantara muridnya yang terkenal Al Qomah bin Qoia, Hasan Al Bashry, dan Qotadah bin Di’amah As Sadussy. Tafsir yang disepakati oleh para Tabi’ien bisa menjadi hujjah sebaliknya jika terjadi perbedaan diantara mereka maka satu pendapat tidak dapat dijadikan dalil diatas pendapat yang lainnya ( Majmu Fatawa 13/370 )
‎4. Tafsir pada zaman “ masa pembukuan “
Tafsir pada zaman ini dilakukan dalam lima periode, yaitu :
a. Periode pertama pada zaman bani Muawwiyah dan permulaan zaman Abbasiyah yang masih memasukan tafsir kedalam sub bagian dari hadits yang telah di bukukan sebelumnya.

b. Periode kedua, pemisahan tafsir dari hadits dan dibukukan secara terpisah. Dengan meletakan setiap penafsiran ayat dibawah ayat tersebut,seperti yang dilakukan oleh Ibnu Jarir At Thobary, Abu Bakar An Naisaburry, Ibnu Abi Hatim, dan Hakim dalam tafsirannya dengan mencantumkan sanad masing-masing penafsiran sampai kepada Rasulullah, Sahabat, dan para tabi’ien.

c. Periode ketiga, Membukukan tafsir dengan meringkas sanadnya, dan menukil pendapat para ulama tanpa menyebutkan orangnya. Hal inilah yang akhirnya menyulitkan untuk membedakan mana sanad yang shohih dan mana yang dhoif, yang menyebabkan para mufassir berikutnya mengambil tafsir tanpa melihat kebenaran ataupun kesalahan dari tafsir tersebut. Sampai terjadi ketika menafsirkan ayat terakhir dari surat Al Fatihah ada sepuluh pendapat, padahal para ulama ahli tafsir sepakat maksudnya ialah orang orang yahudi dan nashroni.

d. Periode keempat, Pembukuan tafsir banyak diwarnai dengan buku terjemahan dari luar Islam sehingga metode penafsiran dengan akal (bil aqly) lebih dominan dibandingkan dengan bil naqqly (periwayatan). 

e. Periode kelima, Membukukan tafsir menurut suatu pembahasan tertentu.
setelah itu kita juga harus memahami METODE TAFSIR QUR AN 

Metode Penafsiran terbagi menjadi 2 

1. Tafsir bil Matsur atau bir Riwaayah
Metode penafsirannya terfokus pada shohihul manqul ( riwayat yang shohih ) dengan menggunakan penafsiran Al Quran dengan Al Quran, Al Quran dengan As sunnah, Al Qur an dengan perkataan para sahabat, Al Qur an dengan perkataan para Tabie’ien. Yang mana sangat teliti dalam menafsirkan ayat sesuai dengan riwayat yang ada. Berikut beberapa contoh kitab tafsir bil Matsur, :
a. Tafsir Ath Thobary terbit 12 Jilid
b. Tafsir Ibnu Katsir terbit 4 Jilid
c. Tafsir Al Baghowy 
d. Tafsir Imam As Suyuthi terbit 6 Jilid.

2. Tafsir Ar Ra’yi ( bid Diraayah )
Metode ini terbagi kedalam 2 bagian , yaitu Ar Ro’yu Al Mahmudah (penafsiran dengan akal yang di perbolehkan), syaratnya : Ijtihad yang dilakukan tidak keluar dari nilai-nilai Al Quran dan As Sunnah, Penafsirannya tidak bertentangan dengan penafsiran bil matsur. Adapun contoh yang menggunakan metodologi ini ialah : 
a. Tafsir Al Qurthuby b. Tafsir Jalalain c. Tafsir Al Baidhowy
yang kedua ialah Ar Ro’yu Al Mazmuumah (penafsiran dengan akal yang di cela) Hal ini terlarang karena bertumpu pada penafsiran makna dengan nilai syariat islam, kebanyakan metode ini digunakan oleh para ahli bid’ah serta ahli tafsir periode sekarang , beberapa contohnya : 
a. Tafsir Zamakhsyary b. Tafsir Syi’ah c. Tafsir As Sufiyyah
yg terakhir ... Syarat-syarat dan adab menafsirkan Al Qur an
• Berakidah shohihah, karena aqidah sangat berpengaruh dalam menafsirkan Al Qur an.
• Tidak dengan Hawa Nafsu semata, hal ini mengakibatkan seseorang akan memenangkan pendapatnya sendiri tanpa melihat dalil yang ada. Bahkan terkadang mengalihkan makna suatu ayat demi golongan.
• Mengikuti urutan penafsiran, pertama menafsirkan dengan Al Quran kemudian as sunnah, perkataan para sahabat, kemudian para tabi’ien.
• Faham bahasa arab dan perangkat-perangkatnya, karena Al Quran turun dalam bahasa Arab , Mujahid berkata “ tidak boleh seorang pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir berbicara mengenai Kitabullah jikalau tidak menguasai bahasa arab.” 
• Memiliki pemahaman yang mendalam, sehingga bisa mengarahkan suatu makna atau meng istimbath (menyimpulkan) suatu hukum secara benar sesuai dengan nusus syariyyah.
• Faham dengan pokok pokok ilmu yang berkaitan dengan Al Quran, seperti ilmu Nahwu (gramer), Perubahan suatu kata ke kata yang lainnya, al ma ‘ani, al bayan, al badi’, ilmu qiro’at, aqidah shohihah, ushul fiqh, asbabunnuzul, kisah-kisah dalam islam, nasikh wal mansukh, fiqh, hadits, dan yang lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan.

 

Tiang Mrican Kulon © 2011 Design by Wawan_Dwn | Sponsored by EQN - Islam - Best To Allah