MENGETAHUI ASBABUL WURUD
(Sebab-Sebab Hadits disampaikan/diucapkan)
Ilmu (pengetahuan) terhadap asbabul wurudterhadap hadits Nabi yang mulia memberikan faidah bagi orang-orang yang menggeluti ilmu hadits dan fiqhnya sekaligus, dan yang termasuk faidah yang paling jelas yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui hikmah pensyari'atan suatu hukum dan pengetahuan terhadap maqashid syari'at (maksud-maksud syari'at)
Sababul wurud termasuk salah satu hal yang bisa memberikan penjelasan kepada kita tentang kondisi yang karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan suatu hadits, dan ini sangat bermanfaat sekali dalam masalah Ijtihad dan penerapan hukum terhadap suatu peristiwa baru (yang belum pernah terjadi dizaman Nabi), dan membantu dalam masalah qiyas serta menggabungkan sesuatu yang serupa dangan yang semisalnya.
2. Mamahami hadits secara benar dan selamatnya cara beristinbath (pengambilan hukum dari hadits)
Al-Wahidy rahimahullah berkata tentang Asbabun Nuzul: "Karena dia (asbabun nuzul) adalah yang paling wajib untuk dicermati dan paling pertama dan utama untuk diberikan perhatian, karena tidak mungkin menafsirkan ayat secara benar tanpa mencermati kisah turunnya dan penjelasan turunnya ayat tersebut."(Asbabun Nuzul karya Abu Hasan bin Ahmad al-Wahidy an-Naisaburi hal. 4)
Ibnu Daqiqil 'Ied: "Penjeasan Sababu Nuzul merupakan cara yang paling kuat untuk memahami makna-makna al-Qur’an." (Disebutkan oleh penulis al-Itqon Fii ‘Ulumil Qur’an, Jalaludin as-Suyuthi 1/84)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:"Dan pengetahuan sababu nuzul membantu dalam memahami ayat, karena sesungguhnya pengetahuan tentang sabab memberikan ilmu tentang musabab" (Majmu' Fatawa, syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang dikumpulkan oleh Abdurrahman Qosim 13/339)
Dan ini tidak jauh berbeda antara asbabu wurudil hadits dengan asbabu nuzulil Qur'an. Maka seorang ahli fiqh dan mujtahid sangat butuh untuk melihat kepada sababu wurudil hadits, saupaya tidak terjadi kesalahan dalam memahami nash (dalil) dan supaya tidak menerapkan dalil tidak pada tempatnya. Para ulama ahli ushul membahas tentang apakah boleh menggunakan sababul wurud dalam menguatkan suatu pendapat dari dua nash yang bertentangan, dalam kategori penguat-penguat matan, (lihat kaidah-kaidah tarjih ketika terjadi pertentangan nash menurut ulama ahli ushul)
Mungkin untuk lebih jelasnya saya akan memberikan satu contoh berikut ini:
عن جابر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ليس من البر الصوم في السفر" (5 أخرجه البخاري (1946)، ومسلم (1115.)
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:" Bukan termasuk kebajikan, berpuasa pada waktu safar (perjalanan)" (HR. al-Bukhari 1946 dan Muslim 1115)
Dan ini membingungkan karena ada hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau berpuasa pada waktu safar, akan tetapi kebingungan ini akan hilang apabila diketahui sabab wurud hadits tersebut, yaitu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah safar (perjalanan) lalu baliau shallallahu 'alaihi wasallam melihat keramaian dan seorang laki-laki tlah dinaungi dari panas, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Apa ini?" Maka mereka berkata:" Orang berpuasa." Maka beliau bersabda:
"ليس من البر الصوم في السفر".
"Bukan termasuk kebajikan, berpuasa pada waktu safar (perjalanan)" (HR. al-Bukhari 1946 dan Muslim 1115)
Maka pengetahuan tentang sababu wurudil hadits membantu memahami hadits secara benar dan selamatnya cara beristinbath (mengambil hukum dari dalil), dan bahwasanya puasa pada waktu safar tidak termasuk kebajikan apabila menimbulkan kesulitan dan kesusahan seperti yang terjadi pada laki-laki yang disebutkan dalam hadits di atas.
3. Mengkhususkan dalil yang umum
4. Menentukan/memastikan sesuatu yang mubham (belum jelas) dalam sebuah nash/dalil.
dan yang termasuk contohnya adalah riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره" متفق عليه رواه البخاري (2703)، ومسلم (1903).
"Sesungguhnya ada salah seorang hamba Allah yang apabila dia bersumpah maka akan dipenuhi (sumpahnya)."(muttafaq 'alaihi, HR. Al-Bukhari 2703 dan Muslim 1903)
Ketidak jelasan salah seorang hamba dalam hadits itu telah dijelaskan oleh sababul wurud hadits ini, yaitu dalam perkataan Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
Rabi'–bibi Anas bin Malik- mematahkan gigi taring salah seorang budak dari kalangan kaum Anshor, lalu mereka (kaum Anshor) mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta qishah, maka beliau memerintahkan untuk mengqishosh (menghukum balas terhadap Rabi'). Maka berkatalah Anas bin an-Nadhar, paman Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
لا والله لا تكسر ثنيتها يا رسول الله، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "
"Tidak, Demi Allah jangan kau patahkan gigi taringnya (Rabi') wahai Rasulullah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره.
"Sesungguhnya ada salah seorang hamba Allah yang apabila dia bersumpah maka akan dipenuhi (sumpahnya)." (muttafaq 'alaihi, HR. Al-Bukhari 2703 dan Muslim 1903)
Kitab-kitab (Buku) yang membahas tentang masalah ini.
Dan kitab yang terkenal menulis dalam pembahasan ini adalah:
1. Asbabu wurudil hadits atau al-Luma' fii asbaabil hadits karya al-Hafizh as-Suyuthi rahimahullah (wafat tahun 911H), dan urutan kitab ini berdasarkan bab-bab dan dicetak dalam satu jilid dengan tahqiq (diteliti) oleh Yahya Ismail.
2. Al-Bayaan wa at-Ta'rif fii asbaabi wurudil hadits, karya Ibnu Hamzah al-Husaini ad-Dimasyq (wafat tahun 1120H), dan urutannya berdasarkan huruf, dankitab ini lebih luas dan lebih menyeluruh cakupannya dan dicetak dalam 3 jilid.
Semoga bermanfaat!
l � 8 u , ��� `� (Sebab-Sebab Hadits disampaikan/diucapkan)
Ilmu (pengetahuan) terhadap asbabul wurudterhadap hadits Nabi yang mulia memberikan faidah bagi orang-orang yang menggeluti ilmu hadits dan fiqhnya sekaligus, dan yang termasuk faidah yang paling jelas yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui hikmah pensyari'atan suatu hukum dan pengetahuan terhadap maqashid syari'at (maksud-maksud syari'at)
Sababul wurud termasuk salah satu hal yang bisa memberikan penjelasan kepada kita tentang kondisi yang karenanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyebutkan suatu hadits, dan ini sangat bermanfaat sekali dalam masalah Ijtihad dan penerapan hukum terhadap suatu peristiwa baru (yang belum pernah terjadi dizaman Nabi), dan membantu dalam masalah qiyas serta menggabungkan sesuatu yang serupa dangan yang semisalnya.
2. Mamahami hadits secara benar dan selamatnya cara beristinbath (pengambilan hukum dari hadits)
Al-Wahidy rahimahullah berkata tentang Asbabun Nuzul: "Karena dia (asbabun nuzul) adalah yang paling wajib untuk dicermati dan paling pertama dan utama untuk diberikan perhatian, karena tidak mungkin menafsirkan ayat secara benar tanpa mencermati kisah turunnya dan penjelasan turunnya ayat tersebut."(Asbabun Nuzul karya Abu Hasan bin Ahmad al-Wahidy an-Naisaburi hal. 4)
Ibnu Daqiqil 'Ied: "Penjeasan Sababu Nuzul merupakan cara yang paling kuat untuk memahami makna-makna al-Qur’an." (Disebutkan oleh penulis al-Itqon Fii ‘Ulumil Qur’an, Jalaludin as-Suyuthi 1/84)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah:"Dan pengetahuan sababu nuzul membantu dalam memahami ayat, karena sesungguhnya pengetahuan tentang sabab memberikan ilmu tentang musabab" (Majmu' Fatawa, syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, yang dikumpulkan oleh Abdurrahman Qosim 13/339)
Dan ini tidak jauh berbeda antara asbabu wurudil hadits dengan asbabu nuzulil Qur'an. Maka seorang ahli fiqh dan mujtahid sangat butuh untuk melihat kepada sababu wurudil hadits, saupaya tidak terjadi kesalahan dalam memahami nash (dalil) dan supaya tidak menerapkan dalil tidak pada tempatnya. Para ulama ahli ushul membahas tentang apakah boleh menggunakan sababul wurud dalam menguatkan suatu pendapat dari dua nash yang bertentangan, dalam kategori penguat-penguat matan, (lihat kaidah-kaidah tarjih ketika terjadi pertentangan nash menurut ulama ahli ushul)
Mungkin untuk lebih jelasnya saya akan memberikan satu contoh berikut ini:
عن جابر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "ليس من البر الصوم في السفر" (5 أخرجه البخاري (1946)، ومسلم (1115.)
Dari Jabir radhiyallahu 'anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:" Bukan termasuk kebajikan, berpuasa pada waktu safar (perjalanan)" (HR. al-Bukhari 1946 dan Muslim 1115)
Dan ini membingungkan karena ada hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya beliau berpuasa pada waktu safar, akan tetapi kebingungan ini akan hilang apabila diketahui sabab wurud hadits tersebut, yaitu bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam sebuah safar (perjalanan) lalu baliau shallallahu 'alaihi wasallam melihat keramaian dan seorang laki-laki tlah dinaungi dari panas, maka beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:”Apa ini?" Maka mereka berkata:" Orang berpuasa." Maka beliau bersabda:
"ليس من البر الصوم في السفر".
"Bukan termasuk kebajikan, berpuasa pada waktu safar (perjalanan)" (HR. al-Bukhari 1946 dan Muslim 1115)
Maka pengetahuan tentang sababu wurudil hadits membantu memahami hadits secara benar dan selamatnya cara beristinbath (mengambil hukum dari dalil), dan bahwasanya puasa pada waktu safar tidak termasuk kebajikan apabila menimbulkan kesulitan dan kesusahan seperti yang terjadi pada laki-laki yang disebutkan dalam hadits di atas.
3. Mengkhususkan dalil yang umum
4. Menentukan/memastikan sesuatu yang mubham (belum jelas) dalam sebuah nash/dalil.
dan yang termasuk contohnya adalah riwayat dari Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu berkata Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره" متفق عليه رواه البخاري (2703)، ومسلم (1903).
"Sesungguhnya ada salah seorang hamba Allah yang apabila dia bersumpah maka akan dipenuhi (sumpahnya)."(muttafaq 'alaihi, HR. Al-Bukhari 2703 dan Muslim 1903)
Ketidak jelasan salah seorang hamba dalam hadits itu telah dijelaskan oleh sababul wurud hadits ini, yaitu dalam perkataan Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
Rabi'–bibi Anas bin Malik- mematahkan gigi taring salah seorang budak dari kalangan kaum Anshor, lalu mereka (kaum Anshor) mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk meminta qishah, maka beliau memerintahkan untuk mengqishosh (menghukum balas terhadap Rabi'). Maka berkatalah Anas bin an-Nadhar, paman Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu:
لا والله لا تكسر ثنيتها يا رسول الله، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "
"Tidak, Demi Allah jangan kau patahkan gigi taringnya (Rabi') wahai Rasulullah." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إن من عباد الله من لو أقسم على الله لأبره.
"Sesungguhnya ada salah seorang hamba Allah yang apabila dia bersumpah maka akan dipenuhi (sumpahnya)." (muttafaq 'alaihi, HR. Al-Bukhari 2703 dan Muslim 1903)
Kitab-kitab (Buku) yang membahas tentang masalah ini.
Dan kitab yang terkenal menulis dalam pembahasan ini adalah:
1. Asbabu wurudil hadits atau al-Luma' fii asbaabil hadits karya al-Hafizh as-Suyuthi rahimahullah (wafat tahun 911H), dan urutan kitab ini berdasarkan bab-bab dan dicetak dalam satu jilid dengan tahqiq (diteliti) oleh Yahya Ismail.
2. Al-Bayaan wa at-Ta'rif fii asbaabi wurudil hadits, karya Ibnu Hamzah al-Husaini ad-Dimasyq (wafat tahun 1120H), dan urutannya berdasarkan huruf, dankitab ini lebih luas dan lebih menyeluruh cakupannya dan dicetak dalam 3 jilid.
Semoga bermanfaat!
a. Tafsir Ath Thobary terbit 12 Jilid
b. Tafsir Ibnu Katsir terbit 4 Jilid
c. Tafsir Al Baghowy
d. Tafsir Imam As Suyuthi terbit 6 Jilid.
2. Tafsir Ar Ra’yi ( bid Diraayah )
Metode ini terbagi kedalam 2 bagian , yaitu Ar Ro’yu Al Mahmudah (penafsiran dengan akal yang di perbolehkan), syaratnya : Ijtihad yang dilakukan tidak keluar dari nilai-nilai Al Quran dan As Sunnah, Penafsirannya tidak bertentangan dengan penafsiran bil matsur. Adapun contoh yang menggunakan metodologi ini ialah :
a. Tafsir Al Qurthuby b. Tafsir Jalalain c. Tafsir Al Baidhowy
yang kedua ialah Ar Ro’yu Al Mazmuumah (penafsiran dengan akal yang di cela) Hal ini terlarang karena bertumpu pada penafsiran makna dengan nilai syariat islam, kebanyakan metode ini digunakan oleh para ahli bid’ah serta ahli tafsir periode sekarang , beberapa contohnya :
a. Tafsir Zamakhsyary b. Tafsir Syi’ah c. Tafsir As Sufiyyah
yg terakhir ...
Syarat-syarat dan adab menafsirkan Al Qur an
• Berakidah shohihah, karena aqidah sangat berpengaruh dalam menafsirkan Al Qur an.
• Tidak dengan Hawa Nafsu semata, hal ini mengakibatkan seseorang akan memenangkan pendapatnya sendiri tanpa melihat dalil yang ada. Bahkan terkadang mengalihkan makna suatu ayat demi golongan.
• Mengikuti urutan penafsiran, pertama menafsirkan dengan Al Quran kemudian as sunnah, perkataan para sahabat, kemudian para tabi’ien.
• Faham bahasa arab dan perangkat-perangkatnya, karena Al Quran turun dalam bahasa Arab , Mujahid berkata “ tidak boleh seorang pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir berbicara mengenai Kitabullah jikalau tidak menguasai bahasa arab.”
• Memiliki pemahaman yang mendalam, sehingga bisa mengarahkan suatu makna atau meng istimbath (menyimpulkan) suatu hukum secara benar sesuai dengan nusus syariyyah.
• Faham dengan pokok pokok ilmu yang berkaitan dengan Al Quran, seperti ilmu Nahwu (gramer), Perubahan suatu kata ke kata yang lainnya, al ma ‘ani, al bayan, al badi’, ilmu qiro’at, aqidah shohihah, ushul fiqh, asbabunnuzul, kisah-kisah dalam islam, nasikh wal mansukh, fiqh, hadits, dan yang lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan.
• Berakidah shohihah, karena aqidah sangat berpengaruh dalam menafsirkan Al Qur an.
• Tidak dengan Hawa Nafsu semata, hal ini mengakibatkan seseorang akan memenangkan pendapatnya sendiri tanpa melihat dalil yang ada. Bahkan terkadang mengalihkan makna suatu ayat demi golongan.
• Mengikuti urutan penafsiran, pertama menafsirkan dengan Al Quran kemudian as sunnah, perkataan para sahabat, kemudian para tabi’ien.
• Faham bahasa arab dan perangkat-perangkatnya, karena Al Quran turun dalam bahasa Arab , Mujahid berkata “ tidak boleh seorang pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir berbicara mengenai Kitabullah jikalau tidak menguasai bahasa arab.”
• Memiliki pemahaman yang mendalam, sehingga bisa mengarahkan suatu makna atau meng istimbath (menyimpulkan) suatu hukum secara benar sesuai dengan nusus syariyyah.
• Faham dengan pokok pokok ilmu yang berkaitan dengan Al Quran, seperti ilmu Nahwu (gramer), Perubahan suatu kata ke kata yang lainnya, al ma ‘ani, al bayan, al badi’, ilmu qiro’at, aqidah shohihah, ushul fiqh, asbabunnuzul, kisah-kisah dalam islam, nasikh wal mansukh, fiqh, hadits, dan yang lainnya yang dibutuhkan dalam menafsirkan.