HUKUM MENYUAP UNTUK MENJADI PNS
Pertanyaan dari:
‘Aisy ‘Aunul Irsyad, Perum Mutiara Prima Raya,
Candi Sidoarjo Jawa Timur
(disidangkan pada Jum’at, 13 Ferbuari 2009 M / 18
Safar 1430 H)
Pertanyaan:
Di bulan Nopember dan Desember 2008 yang lalu
banyak pendaftaran CPNS. Di sini ada beberapa pertanyaan:
1. Bagaimana hukum orang yang memberikan
sejumlah uang atau benda lain sebelum pengumuman? Mohon dalilnya!
2. Bagaimana hukum menerima gaji PNS yang
cara masuknya ada unsur suap?
3. Adakah cara untuk bertobat bagi PNS yang
sudah terlanjur bekerja dan menerima gaji sedangkan dia masuk dengan cara suap?
4. Bolehkah memberikan sejumlah uang atau
benda berharga kepada seseorang yang membawa kita untuk masuk CPNS setelah SK
turun tanpa ada perjanjian/ pemaksaan sebelumnya? Mohon dalilnya!
Jawaban:
Saudara yang terhormat, berikut ini jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan saudara:
1. Pada umumnya, orang yang memberikan
sejumlah uang atau harta dengan cara tidak resmi dan dengan tujuan supaya
berhasil menjadi PNS disebut penyuap dan ia berdosa karena melakukan hal yang
diharamkan oleh syariat Islam. Dalilnya, firman Allah berikut:
wur (#þqè=ä.ù's? Nä3s9ºuqøBr& Nä3oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ (#qä9ôè?ur !$ygÎ/ n<Î) ÏQ$¤6çtø:$# (#qè=à2ù'tGÏ9 $Z)Ìsù ô`ÏiB ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Y9$# ÉOøOM}$$Î/ óOçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÑÈ
Artinya: “Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” [QS. al-Baqarah (2):
188]
Dan hadis Nabi Muhammad saw seperti
berikut:
عَنْ عَبْدِ اللهِ
بْنِ عَمْرو قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
لَعَنَ اللهُ الرَّاشِي وَاْلمُرْتَشِي. [رواه ابن حبان]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abdullah bin Amru
katanya: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: ‘Allah melaknat pemberi suap
dan penerima suap’.” [HR. Ibn Hibban]
Selain itu, para ulama telah
berijma’ bahwa suap-menyuap itu hukumnya haram. Di antara yang meriwayatkan
adanya ijma’ atas pengharaman suap-menyuap adalah As-Syaukani dan As-San’ani.
Namun pemberi sejumlah uang
atau benda lain dalam hal menjadi PNS ini, dapat dirinci menjadi dua kelompok:
Pertama, orang yang tidak berhak atas pekerjaan yang dikehendakinya karena dia
tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan. Misalnya, seorang lulusan S-1
memberikan sejumlah uang atau benda lain untuk diterima menjadi PNS, padahal
syaratnya adalah lulusan S-2. Kedua, orang yang berhak atas pekerjaan tersebut
karena telah memenuhi syarat-syaratnya, dan kemudian akan diseleksi untuk
menentukan siapa yang diterima. Misalnya, dalam suatu pendaftaran CPNS
dibutuhkan 20 orang, namun pendaftar yang memenuhi syarat berjumlah 150 orang.
Di antara mereka, ada yang memberikan sejumlah uang atau benda lain agar masuk
dalam 20 orang yang diterima.
Kelompok pertama jelas
melakukan sesuatu yang diharamkan karena melakukan suap atas sesuatu yang bukan
haknya dan ini berarti merampas hak orang lain (mendzalimi orang lain).
Sementara kelompok kedua yang berhak atas pekerjaan tersebut dapat dirinci lagi
menjadi dua bentuk, yaitu: (1) Jika memberikan sejumlah uang atau benda lain
itu dilakukan supaya bisa mengalahkan pesaing-pesaingnya sebelum pengumuman
penerimaan, maka orang ini telah melakukan sesuatu yang haram, sama dengan
kelompok pertama. (2) Jika memberikan sejumlah uang atau benda lain itu karena
kalau tidak melakukannya dia tidak akan mendapatkan haknya, padahal dia
termasuk dalam 20 orang yang diterima, maka orang ini sebenarnya tidak berniat
dan tidak suka melakukan itu, tapi karena ada oknum yang menghalangi haknya
menjadi PNS maka terpaksa dia melakukannya. Menurut sebagian ulama, orang yang
melakukan bentuk kedua ini tidak berdosa, karena melakukannya dengan terpaksa,
jika tidak melakukan dia tidak akan mendapatkan haknya. Orang tersebut justru
menjadi korban pemerasan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Tapi,
menurut sebagian ulama yang lain memberikan sejumlah uang atau benda lain
seperti disebutkan di atas, dalam bentuk dan keadaan apapun, termasuk suap dan
tetap diharamkan karena dalil pengharaman suap itu umum, tidak ada yang
mengkhususkannya. (Lihat Nailul Author, 9/172). Dalam hal ini, kami
menasehatkan agar suap-menyuap itu dijauhi sedapat mungkin karena ia banyak
menimbulkan kerusakan pada akhlak masyarakat dan sistem pemerintahan.
2. Berdasarkan rincian pada poin di atas,
hukum menerima gaji PNS yang cara masuknya ada unsur suap dapat dibedakan
seperti berikut; (1) orang yang tidak berhak atas pekerjaan yang dikehendakinya
karena dia tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, tetapi mendapatkannya
juga karena suap, maka orang ini haram menerima gajinya. (2) orang yang berhak
atas pekerjaan tersebut karena telah memenuhi syarat-syaratnya kemudian
memberikan sejumlah uang atau benda lain supaya bisa mengalahkan
pesaing-pesaingnya sebelum pengumuman penerimaan, orang ini berhak atas gajinya
karena dia telah bekerja sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, tetapi
tetap berdosa karena cara masuknya menzalimi orang lain dengan menyuap. (3) Orang
yang berhak atas pekerjaannya sebagai PNS dan dia menjadi PNS dengan memberikan
sejumlah uang atau benda lain karena terpaksa, kalau tidak memberikannya dia
tidak akan mendapatkan haknya padahal sudah jelas ia diterima menjadi PNS,
orang ini berhak atas gajinya dan gajinya itu halal.
3. Cara bertobat bagi PNS yang sudah
terlanjur bekerja dan menerima gaji sedangkan dia masuk dengan cara suap yang
diharamkan adalah dengan menyesali perbuatannya itu, berjanji tidak akan
mengulanginya, memohon ampun kepada Allah, lalu melepaskan jabatannya itu dan
mencari pekerjaan lain yang memberinya upah atau gaji yang halal. Dan bagi orang
yang berhak atas pekerjaan tersebut tapi dia mendapatkannya dengan cara suap,
cara bertaubatnya adalah dengan menyesali perbuatannya itu, berjanji tidak akan
mengulanginya, memohon ampun kepada Allah dan bekerja dengan sebaik-baiknya
disertai dengan banyak berinfak di jalan Allah.
4. Adapun memberikan sejumlah uang atau benda
lain kepada seseorang yang membuat kita masuk menjadi PNS setelah SK turun
tanpa ada perjanjian/ pemaksaan sebelumnya itu dibolehkan. Bahkan hal itu
dianjurkan karena itu adalah sebagai tanda terima kasih kita atas kebaikannya
kepada kita. Allah mengajari kita untuk membalas kebaikan dengan kebaikan dalam
firmanNya:
ö@yd âä!#ty_ Ç`»|¡ômM}$# wÎ) ß`»|¡ômM}$# ÇÏÉÈ
Artinya: “Tidak ada balasan
kebaikan kecuali kebaikan (pula).” [QS. ar-Rahman (55): 60]
Dan Nabi saw juga mengajarkan
hal yang sama, sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ
النَّاسَ لاَ يَشْكُرُ اللهَ. [رواه الترمذي]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: ‘Barangsiapa tidak
berterima kasih kepada orang lain berarti tidak bersyukur kepada Allah’.” [HR.
at-Tirmidzi]
Namun perlu ditekankan di
sini, bahwa memberi hadiah kepada pejabat atau pegawai yang membuat kita bisa
lolos menjadi PNS itu sebaiknya dihindari, karena di samping termasuk salah
satu bentuk tindak pidana korupsi juga dikhawatirkan termasuk dalam larangan
Nabi saw dalam hadis berikut:
عَنِ الزُّهْرِي
أَنَّهُ سَمِعَ عُرْوَةَ أَخْبَرَنَا أَبُو حُمَيْدِ السَّاعِدِي قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلاً مِنَ بَنَي أَسَدٍ يُقَالُ لَهُ
ابْنُ اْلأُتْبِيَّةِ عَلَى صَدَقَةٍ فَلَمَّا قَدَمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي
فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سُفْيَانُ أَيْضًا فَصَعَدَ اْلمِنْبَرَ فَحَمِدَ اللهُ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ: مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ فَيَأْتِي فَيَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا
لِي فهلا جَلَسَ فِي بَيْتِ
أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرَ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لاَ ؟ وَالَّذِي نَفْسِي
بِيَدِهِ لاَ يَأْتِي بِشَيْءٍ إِلاَّ جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى
رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ
شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتِي إِبْطِيهِ أَلاَ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلاَثًا. [رواه البخاري]
Artinya: “Diriwayatkan
dari Zuhri bahwa dia mendengar Urwah berkata: Abu Humaid as-Saidi berkata: Nabi
saw menjadikan seorang laki-laki dari Bani Asad yang disebut Ibn al-Utbiyah
sebagai pegawai (pemungut) zakat. Ketika kembali dia berkata: “Ini untukmu, dan
ini dihadiahkan kepadaku”. Maka Nabi Saw. segera berdiri di atas mimbar. Sufyan
juga berkata: Maka beliau segera naik mimbar lalu memuji dan memuja Allah lalu
bersabda: “Bagaimana perilaku pegawai yang kami utus lalu kembali dengan
mengatakan: “Ini untukmu dan ini untukku. Tidakkah ia duduk saja di rumah ayah
atau ibunya lalu melihat apakah ia diberi hadiah atau tidak? Demi Zat yang
jiwaku ada di tanganNya, pegawai itu tidak mengambil sesuatu (yang bukan
haknya) melainkan pada hari kiamat akan dikalungkannya di lehernya: Jika yang
diambilnya itu onta maka ia akan mempunyai suara onta. Jika yang diambilnya sapi
betina maka ia akan mempunyai suara sapi betina. Dan jika yang diambilnya itu
kambing maka ia akan mempunyai suara kambing”. Kemudian beliau mengangkat kedua
tangannya sehingga kami melihat bulu kedua ketiaknya. “Sungguh aku telah
menyampaikan.” Beliau mengucapkannya tiga kali”.” [HR. al-Bukhari]
Wallahu a’lam bish-shawab. mi*)