DANA ZAKAT UNTUK
KORBAN BENCANA
Pertanyaan Dari:
Pimpinan Cabang
Muhammadiyah Moga Pemalang Jawa Tengah
(disidangkan pada
Jum’at, 2 Rabiul Awal 1430 H / 27 Februari 2009)
Pertanyaan
:
Sebagaimana diketahui, di negara kita
banyak terjadi musibah yang menimbulkan korban. Sementara itu, di daerah kami pun
masih banyak orang yang membutuhkan bantuan. Mana yang harus didahulukan dalam
penyaluran Zakat, Infak dan Shadaqah (ZIS)?
Jawaban:
Perlu dibedakan terlebih dahulu antara penyaluran
dana Infak dan Shadaqah dengan dana Zakat untuk korban bencana. Mengenai dana
Infak dan Shadaqah yang disalurkan untuk korban bencana, tentunya tidak ada
persoalan karena memang tidak ada dalil spesifik yang menentukan orang-orang
atau golongan yang berhak menerimanya. Lalu begaimana dengan dana Zakat yang
secara spesifik telah ditentukan, yaitu: fakir, miskin, amil, muallaf,
memerdekakan hamba sahaya, membebaskan orang yang berhutang, pada jalan Allah,
dan orang yang sedang dalam perjalanan, sebagaimana firman-Nya:
$yJ¯RÎ)
àM»s%y¢Á9$#
Ïä!#ts)àÿù=Ï9
ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur
tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur
$pkön=tæ
Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur
öNåkæ5qè=è%
Îûur
É>$s%Ìh9$#
tûüÏBÌ»tóø9$#ur
Îûur
È@Î6y
«!$#
Èûøó$#ur
È@Î6¡¡9$#
( ZpÒÌsù
ÆÏiB
«!$#
3 ª!$#ur
íOÎ=tæ
ÒOÅ6ym
.
[التوبة، 9: 60]
Artinya:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk
mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. [QS. at-Taubah (9):
60]
Ayat di atas memang tidak secara
spesifik menyebutkan korban bencana sebagai salah satu yang berhak menerima
dana Zakat. Namun demikian, melihat kondisi yang sedang dialami oleh korban
bencana, tidak menutup kemungkinan mereka mendapatkan bagian dari dana Zakat
dengan menganalogikannya sebagai golongan fakir dan miskin, dengan pertimbangan:
1.
Korban
bencana berada dalam kondisi sangat membutuhkan, sebagaimana pengertian fakir
dan miskin menurut jumhur ulama adalah orang-orang yang dalam kondisi
kekurangan dan membutuhkan.
2.
Orang
yang dalam kondisi kekurangan dan membutuhkan ini diperbolehkan untuk meminta-minta,
sebagaimana sabda Nabi saw:
حَدَّثَنَا يَحْيَى
بْنُ يَحْيَى وَقُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ كِلَاهُمَا عَنْ حَمَّادِ بْنِ زَيْدٍ
قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ هَارُونَ بْنِ رِيَابٍ
حَدَّثَنِي كِنَانَةُ بْنُ نُعَيْمٍ الْعَدَوِيُّ عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ مُخَارِقٍ
الْهِلَالِيِّ قَالَ تَحَمَّلْتُ حَمَالَةً فَأَتَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْأَلُهُ فِيهَا فَقَالَ أَقِمْ حَتَّى تَأْتِيَنَا
الصَّدَقَةُ فَنَأْمُرَ لَكَ بِهَا قَالَ ثُمَّ قَالَ يَا قَبِيصَةُ إِنَّ
الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لِأَحَدِ ثَلاَثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً
فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٌ
أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى
يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ وَرَجُلٌ أَصَابَتْهُ
فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِي الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ
أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا
مِنْ عَيْشٍ أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ فَمَا سِوَاهُنَّ مِنْ الْمَسْأَلَةِ
يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا. [رواه مسلم]
Artinya:
“Diriwayatkan dari Yahya bin Yahya dan Qutaibah bin Said, keduanya menceritakan
dari Hammad bin Zaid. Yahya berkata: Hammad bin Zaid menceritakan pada kami
dari Harun bin Riyab, Kinanah bin Nu’aim al-‘Adawiy dari Qobishah bin Muhariq
al-Hilaly, ia berkata: Aku membawa beban berat, lalu mendatangi Rasulullah saw,
lalu aku bertanya kepada Nabi saw tentangnya. Beliau menjawab: “Tinggallah kamu
sampai shadaqah datang, lalu kami memberikannya padamu”. Kemudian Rasulullah saw
bersabda: Ya Qabishah, sesungguhnya tidak boleh meminta-minta kecuali untuk
tiga orang; seseorang yang membawa beban berat, maka halal baginya
meminta-minta sampai memperolehnya kemudian menghentikannya; seseorang yang tertimpa
bencana yang menghancurkan hartanya, halal baginya meminta-minta sampai
mendapat makanan untuk hidup dan tegak kembali; dan seseorang yang tertimpa
kemiskinan sehingga tiga orang dari kaumnya membenarkan bahwa dia tertimpa
kemiskinan, maka halal baginya meminta-minta sampai mendapat makanan untuk
hidup dan tegak kembali. Adapun meminta-minta di luar itu haram ya Qabishah,
makan dari hasilnya pun haram.” [HR. Muslim]
Dari keterangan di atas, kiranya sudah dapat
difahami bahwa penyaluran dana Zakat untuk korban bencana dibolehkan dengan
ketentuan diambilkan dari bagian fakir miskin, atau boleh juga dari bagian
orang yang berhutang (gharimin), karena dimungkinkan
untuk memenuhi kebutuhannya, korban bencana harus berhutang. Dengan demikian
bagian mustahiq yang lain tidak terabaikan, karena dapat disalurkan secara
bersama-sama.
Mengenai pertanyaan tentang mana yang
harus didahulukan, korban bencana atau orang-orang yang membutuhkan di sekitar
tempat tinggal kita, maka diupayakan sebisa mungkin kedua-duanya mendapatkan
bantuan tanpa mendahulukan salah satunya. Namun jika kondisi darurat, maka yang
didahulukan adalah yang lebih darurat keadaannya.
Wallaahu a’lam bish-shawab. *putm)