Ali bin Abi Thalib
Alī bin Abī Thālib (Arab: علي بن أﺑﻲ طالب, Persia: علی پسر ابو طالب) (lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 – wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661),
adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi Muhammad. Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifahterakhir dari Khulafaur Rasyidin.
Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia
adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih
oleh Rasulullah Muhammad SAW. Uniknya meskipun Sunni tidak mengakui konsep Imamah mereka setuju memanggil Ali dengan sebutan Imam, sehingga Ali
menjadi satu-satunya Khalifah yang sekaligus juga
Imam. Ali adalah sepupu dari Muhammad, dan setelah menikah denganFatimah az-Zahra, ia menjadi menantu Muhammad.
Syi'ah
1.
Ali bin Abi Thalib
|
Syi'ah berpendapat
bahwa Ali adalah khalifah yang berhak menggantikan Nabi Muhammad, dan sudah ditunjuk oleh Beliau atas
perintah Allah di Ghadir Khum. Syi'ah meninggikan kedudukan Ali
atas Sahabat Nabi yang
lain, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab.
Syi'ah selalu menambahkan nama Ali
bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam (AS) atau semoga Allah melimpahkan
keselamatan dan kesejahteraan.
[sunting]Sunni
Sebagian Sunni yaitu mereka yang menjadi anggota Bani Umayyah dan
para pendukungnya memandang Ali sama dengan Sahabat Nabi yang
lain.
Sunni menambahkan nama Ali dengan Radhiyallahu Anhu (RA) atau semoga Allah melimpahkan Ridha
(ke-suka-an)nya. Tambahan ini sama sebagaimana yang juga diberikan kepada Sahabat Nabi yang
lain.
[sunting]Sufi
Sufi menambahkan nama Ali
bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) atau semoga Allah me-mulia-kan wajahnya.
Doa kaum Sufi ini sangat unik, berdasar riwayat
bahwa beliau tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan
yang kurang sopan sekalipun. Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa beliau
tidak suka memandang ke bawah bila sedang berhubungan intim dengan istri.
Sedangkan riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak pertempuran
(duel-tanding), bila pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena sobekan pedang
beliau, maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya lebih dulu memperbaiki
pakaiannya.
Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah (divine wisdom) dan futuwwah (spiritual
warriorship). Dari beliau bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh)
atau spiritual-brotherhood.
Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi,
adalah keturunan beliau sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki.
Seperti pada tarekat Qadiriyah dengan
pendirinya Syekh Abdul Qadir
Jaelani, yang merupakan keturunan langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab
manaqib Syekh Abdul Qadir
Jilani(karya Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.
[sunting]Riwayat Hidup
[sunting]Kelahiran & Kehidupan
Keluarga
[sunting]Kelahiran
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab.
Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian
Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600(perkiraan).
Muslim Syi'ah percaya
bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad masih
diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada
yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.
Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalibuntuk mempunyai penerus yang dapat
menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang
baru lahir diberi nama Haydar,[rujukan?] Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi(derajat di sisi Allah).
[sunting]Kehidupan Awal
Ali dilahirkan dari ibu yang
bernama Fatimah binti Asad,
dimana Asad merupakan anak dari Hasyim,
sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.
Kelahiran Ali
bin Abi Thalib banyak
memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak punya anak laki-laki. Uzur
dan faqir nya keluargaAbu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi SAW
bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya
putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang
telah mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali
sudah bersama dengan Muhammad.
Dalam biografi asing (Barat), hubungan
Ali kepada Nabi Muhammad SAW dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepadaYesus (Nabi Isa). Dalam riwayat-riwayat Syi'ah dan
sebagian riwayat Sunni,
hubungan tersebut dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.
[sunting]Masa
Remaja
Ketika Nabi Muhammad SAW menerima
wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan
Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang
percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini Ali
berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu
turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena sebagai anak asuh,
berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan hingga beliau
menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi
bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam
bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang
kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang
diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau
Sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu Syari'ah atau
hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua
yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara
masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
kapasitas masing-masing.
Didikan langsung dari Nabi kepada
Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan
bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang
sangat cerdas, berani dan bijak.
[sunting]Kehidupan di Mekkah sampai
Hijrah ke Madinah
Ali bersedia tidur di kamar Nabi
untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang
akan menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur
sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal
satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.
[sunting]Kehidupan
di Madinah
[sunting]Perkawinan
Setelah masa hijrah dan tinggal
di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak dinanti para pemuda. Nabi
menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang
se-rumpun (Bani Hasyim), yang
paling dulu mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah),
yang selalu belajar di bawah Nabi dan banyak hal lain.
[sunting]Julukan
Ketika Muhammad mencari Ali
menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan
debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan
membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan
yang paling disukai oleh Ali.
[sunting]Pertempuran
yang diikuti pada masa Nabi saw
[sunting]Perang
Badar
Beberapa saat setelah menikah,
pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali
betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah,
paman Nabi. Banyaknya Quraisy Mekkah yang
tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat beliau menjadi
bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
[sunting]Perang
Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi
nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan
satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah
menjadi dua bagian.
[sunting]Perang
Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah
yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi,
dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang
melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa
disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng
Khaibar, Nabi saw bersabda:
"Besok,
akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia
akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya.
Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun
berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali
bin Abi Thalib yang
mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil
membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya
dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
[sunting]Peperangan
lainnya
Hampir semua peperangan beliau
ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk
menjaga kota Madinah.
[sunting]Setelah
Nabi wafat
Sampai disini hampir semua pihak
sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak
ketika Nabi Muhammadwafat. Syi'ah berpendapat
sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah
bila Nabi SAW wafat. TetapiSunni tidak sependapat, sehingga pada saat
Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat
untuk membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi
dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut.
Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji ( Hijjatul-Wada'),malam
hari Rasulullah saw bersama rombongan tiba di suatu tempat dekat Jifrah yang
dikenal denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu adalah hari ke-18 bulan
Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah di depan jamaah sambil
memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib r.a.Dalam khutbahnya itu antara lain
beliau berkata : "Barang siapa menanggap aku ini pemimpinnya, maka
Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang mengakui kepemimpinannya
dan musuhilah orang yang memusuhinya"
Pengangkatan Abu Bakar sebagai
Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul Baitdan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda
pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah Nabi
dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah
Ali mem-bai'at Abu Bakar setelah Fatimahmeninggal, yaitu enam bulan setelah
meninggalnya Rasulullah demi
mencegah perpecahan dalam ummat
Ada yang menyatakan bahwa Ali
belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena
umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.
[sunting]Sebagai
khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap
Khalifah Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh
dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara.
Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain
selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali
berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah
bin Ubaidillah memaksa
beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali
satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya
dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang
memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang
terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang
saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Perang
Jamal. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah
bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu
Bakar, janda Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh
pihak Ali.
Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu
itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan
sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau masih
hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak
zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di
kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai
di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Perang
Shiffin yang
melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.
Ali bin Abi Thalib,
seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang,
mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang
ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena
pembunuhan olehAbdrrahman
bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang)
saat mengimami salat subuh di masjid Kufah,
pada tanggal 19
Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21
Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf,
bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
[sunting]Keturunan
Artikel utama untuk bagian ini
adalah: Keturunan Ali
bin Abi Thalib
Ali memiliki delapan istri
setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra[1] dan
memiliki keseluruhan 36 orang anak. Dua anak laki-lakinya yang terkenal, lahir
dari anak Nabi Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan Husain.
Keturunan Ali melalui Fatimah
dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berartibangsawan dan Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan
langsung dari Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah.
Menurut riwayat, Ali bin Abi
Thalib memiliki 36 orang anak yang terdiri dari 18 anak laki-laki dan 18 anak
perempuan. Sampai saat ini keturunan itu masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah.
Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap digelariSayyid.
Anak
laki-laki
|
Anak
perempuan
|
Zainab al-Kubra
|
|
Zainab al-Sughra
|
|
Abbas al-Akbar (dijuluki Abu Fadl)
|
Ramlah al-Kubra
|
Abdullah al-Akbar
|
Ramlah al-Sughra
|
Ja'far al-Akbar
|
Nafisah
|
Utsman al-Akbar
|
Ruqaiyah al-Sughra
|
Muhammad al-Ashghar
|
Ruqaiyah al-Kubra
|
Abdullah al-Ashghar
|
Maimunah
|
Abdullah (yang dijuluki Abu
Ali)
|
Zainab al-Sughra
|
‘Aun
|
Ummu Hani
|
Yahya
|
Fathimah al-Sughra
|
Muhammad al-Ausath
|
Umamah
|
Utsman al-Ashghar
|
Khadijah al-Sughra
|
Abbas al-Ashghar
|
Ummu al-Hasan
|
Ja'far al-Ashghar
|
Ummu Salamah
|
Umar al-Ashghar
|
Hamamah
|
Umar al-Akbar
|
Ummu Kiram
|